Senin, 19 Mei 2008

Hatiku selembar daun

Hatiku selembar daun
Yang melayang jatuh di rumput
Sebentar,
Sejenak aku ingin terbang
Di sini
Sesaat adalah abadi,
Sebelum kau sapu tamanmu
Setiap pagi

Karya: Supardi Joko Sarmono



Puisi di atas adalah puisi favoritku. Sederhana, singkat tapi penuh makna.
Resapi dan rasakan betapa dalam makna yang terkandung di dalamnya. Ada air mata yang tak terasa menetes, ketika ku mencoba mencerna setiap kata yang menjadi unsure pembentuk puisi tersebut.
“Hatiku selembar daun” demikianlah aku dan juga manusia-manusia yang ada di bumi ini, nyawa kita tak lebih ringan dari selembar daun yang setiap saat bisa luruh tertiup angin.
Daun yang hijau bukan berarti dia akan berada lebih lama di atas pohon. Bisa saja dia akan lebih dulu menghilang jatuh, ataukah meranggas termakan ulat. Begitu juga kita. Kehidupan dan kematian adalah rahasia Rabb kita.

“Sejenak aku ingin terbang” ya…ch itulah yang kurasakan. Akupun ingin terbang kawan,, menjelajahi dunia ini mencari dan mencari sebanyak mungkin yang ingin kucari.
Sebentar kawan,, hanya sebentar waktu yang ada. Sebentar, jika masih tersisa.

“Sesaat adalah abadi”, waktu yang sebentar adalah abadi jika aku berhasil menggapai apa yang menjadi mimpi. Sebelum aku pergi,, mungkinkah aku abadi?
Kasih sayang kawan,,, yang kurasa masih tertinggal menjadi kekuatan yang semakin kikis.
Kasih sayang orang-orang di sekitar ku yang berusaha merengkuh jiwa rapuhku.
Lalu apa,,,, yang akan menjadikanku tertinggal dalam kehidupan mereka, meski waktu tlah membawaku pergi.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Supardi Joko Sarmono itu siapa ya?
puisinya jg mirip dgn puisi Hatiku Selembar Daun milik Sapardi Djoko Damono.

gagha putra mengatakan...

itu memang karya sapardi djoko damono
mungkin post anda salah dlam menulis si pengarang
coba di benahi lagi