Selasa, 20 Mei 2008

AYO,,,, BANGKIT!!!

Hari ini, genap 100 tahun kebangkitan nasional. Setiap tahun pada tanggal 20 Mei selalu diadakan peringatan HARKITNAS. Namun, yang menjadi kekhawatiran jangan-jangan peringatan itu hanya dijadikan ritual rutin yang menutup substansi dari kata bangkit yang merupakan unsur pokok dari HARKITNAS.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa para pahlawannya. Pernyataan itu perlu kita tinjau ulang guna mengevaluasi sejauh mana penghargaan yang kita berikan terhadap para pahlawan. Karena dikhawatirkan ada makna yang belum mampu dihayati oleh bangsa Indonesia terhadap momen-momen sejarah yang di dalamnya melibatkan para pahlawan bangsa. Salah satunya adalah momen HARKITNAS yang telah mengilhami kemerdekaan bagi Indonesia.

Perjalanan panjang perjuangan bangsa Indonesia tidak cukup berhenti pada pencapaian kemerdekaan semata. Masih banyak rintangan yang harus kita singkirkan untuk mencapai kemerdekaan yang utuh. Karena kemerdekaan bukan hanya terletak pada keberhasilan kita mengusir penjajah dari tanah air. Kemerdekaan ekonomi, politik dan budaya adlah tujuan utama dari kemerdekaan 63 tahun silam.

"sesungguhnya Alloh tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga mereka merubah nasibnya sendiri."

Sudah jelas peringatan Alloh yang disampaikan melalui firman Nya dalam Q.S. Ar-Ra'du ayat 11 tersebut. Ayat itu seharusnya sudah cukup menjadi pendobrak bagi jiwa muda yang selalu menginginkan perubahan ke arah kebaikan. Bangsa indonesia tetap akan menjadi negara yang tertinggal jika tidak ada usaha bersama dari kita untuk merubahnya.

Dalam peringatan kali ini, mari bersama-sama kita perbarui penghayatan kita tentangHARKITNAS. Sudah saatnya kita bangkit dari keterlenaan kenikmatan yang ditawarkan oleh negara-negara maju sebagai wujud abstrak dari penjajahan yang mereka lakukan. Bangkit dair keterpurukan tidak hanya untuk 100 tahun silam, tapi kebangkitan harus selalu ada dalam setiap ruang dan waktu yang berbeda.

Kita harus membuka mata bahwa keterpurukan bangsa kita saat ini lebih tragis dari seratus tahun silam. Karena keterpurukan yang sekarang ini lebih tidak terasa, namun efeknya lebih membahayakan bagi ketahanan nasional indonesia. Kekurangsadaran akan keterpurukan menjadikan kita lebih sulit untuk bangkit. Akan tetapi,yang perlu diyakini adalah sulit bukan berarti tidak bisa.

Mari kawan, kita bangkit bersama unutk meningkatkan ketahanan nasional bangsa kita.

BBM NAIK, INGKAR JANJI PEMERINTAH

Tulisan ini muncul sebagai wujud dari kekecewaan penulis terhadap janji pemerintah berhubungan dengan rencana kenaikan BBM. Pemerintah telah berjanji tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik paling tidak sampai 2009 nanti. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menegaskan, " pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM dan listrik dalam dua tahun ke depan," katanya. Namun nyatanya, baru di pertengahan 2008 rakyat sudah dibuat resah dengan adanya kenaikan BBM di tahun 2008 ini.

Ketika pemerintah sebagai pengayom rakyat sudah mulai mengingkari janjinya, siapa lagi yang akan dipercaya rakyat. Bukan hanya sekali rakyat dikecewakan, lalu di mana para anggota DPR yang katanya menjadi penyalur aspirasi rakyat bersembunyi di saat rakyat butuh menyampaikan aspirasi mereka. Apakah mereka tidak merasa risih mendengr keluhan-keluhan rakyat ataukah mereka memang sudah tuli sehingga tidak legi mampu mendengar. Mungkin telinga mereka sudah terlalu banyak tersumbat dengan berlembar-lembar amplop guna menyetujui kebijakan yang diosdorkan pemerintah.

Ironisnya, pemerintah menggunakan alasan yang penulis rasa kurang logis sebagai pembelaan terhadap pengingkaran janji yang telah diucapkannya sendiri. Pemerintah beralasan bahwa subsidi BBM selama ini telah salah sasaran. Dan melalui Wapres Jusuf Kalla, pemerintah mencela siapapun yang menentang kenaikan harga BBM sebagai penghalang rezeki rakyat miskin dan memihak orang-orang kaya. Pemerintah beralasan orang-orang kayalah yang lebih banyak menumpahkan bahan bakar minyak di jalan-jalan karena setiap dari mereka meilki kedarann pribadi. Akan tetapi, apakah kenaikan harga tersebut membuat orang-orang kaya enggan mengeluarjkan kendaraan pribadi mereka dari kandangnya, kenyataaan yang ada tidak seperi itu. Orang-orang kaya dengan kendaraan pribadinya tetap menjadi penguasa jalan, knalpot mobil mereka tetap mengepulan asap yang semakin menyesakkan.

Dengan uang yang mereka miliki mereka masih bisa membeli apapun yang mereka inginkan. Sementara bagaimanakah dengan kelangsungan hidup rakyat yang kebanyakan berada di zona kemiskinan? Sedangkan para orang kaya yang bereperut buncit terlalu pelit unutk berbagi dengan kaum alit yang semakin terjepit. Mungkin, sudah menjadi takdir bahwa yang kecil harus terkucil sebagai tumbal bagi mereka yang berkuasa.

KENAIKAN BBM, KESEJAHTERAAN RAKYAT YANG TERGADAI TANPA TEBUSAN

Kenaikan harga BBM di Indonesia merupakan imbas langsung dari kenaikan harga minyak dunia yang melambung tinggi di atas $100 US per barel. Ada banyak kacamata yang digunakan oleh para oknum dalam menyikapi kenaikan harga tersebut yang kesemuanya akan berhenti pada dua titik yang berlawanan yaitu, pro dan kontra. Dan kita perlu berhati-hati dalam melihat makro perekonomian Indonesia sehingga kita tidak terjebak dalam pemahaman buta yang mengombang-ambingkan kita dalam ketidakpastian penentuan sikap.

Penghematan sumber energi, pemberian subsidi langsung kepada rakyat miskin, perbaikan perekonomian Indonesia, sekilas alasan itu cukup logis jika dijadikan sebagai obat penenang di tengah kegusaran masyarakat akibat kenaikan harga BBM. Tapi, perlu ditilik ulang siapakah yang mempropagandakan alasan-alasan tersebut dan benarkah alasan-alasan tersebut bisa dibuktikan secara empirik? Tunggu dulu….bisa saja alasan-alasan itu muncul dari oknum-oknum tertentu yang merasa diuntungkan dengan adanya kebijakan kenaikan tarif BBM. Karena fakta-fakta yang ada telah menolak hipotesis di atas.

Kenaikan BBM telah mennjadi diskursi utama di berbagai kalangan. Meskipun kenaikan itu belum diresmikan, namun imbasnya telah meresahkan rakyat. Rakyat miskin, yang kata pemerintah menjadi sasaran pengalihan subsidi BBM malah merasakan keterjepitan hidup yang dialaminya makin parah. Lantas, apa namanya kalau klaim pemerintah itu bukan hanya sekedar topeng pemanis? Karena tentu saja seburuk apapun informasi yang digunakan dalam dunia bisnis akan tetap disampaikan sebagai informasi positif yang di make-up dengan berbagai alasan. Tapi, yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah indonesia memandang rakyat miskin hanya sekedar ladang bisnis bagi pejabat? Jika itu yang terjadi, tiada lagi manfaat kemerdekaan yang telah ditebus dengan darah dan nyawa oleh para pahlawan terdahulu.

Menurut penulis, kesejahteraaan rakyat hanya menjadi dalih pelarian yang digeret kesana kemari oleh oknum tertentu guna mencapai tujuan politik ekonominya. Kesejahteraan rakyat bak tameng yang kuat bagi pemerintah yang keberadaannya terkungkung dalam keabstrakan semata. Bagaimana tidak, dalam problema BBM sekarang inipun kesejahteraan rakyat diusung guna mendukung pelegalan kebijakan kenaikan tarif BBM. Padahal, itu merupakan kebohongan publik yang nyata. Bahkan, M. Kholid Syeirazi, seorang tenaga ahli di DPR RI, melalui artikelnya yang berjudul "Menaikkan Harga BBM = Pemerintah Tidak Memihak Rakyat Miskin !!", beliau mengatakan dengan tegas bahwa pemerintah bohong kalau negara lebih banyak menyubsidi orang kaya melalui BBM. Dengan gamblang beliau memaparkan bahwa pemerintah memang menyubsidi orang kaya, tapi bukan melalui BBM, melainkan melalui bunga obligasi rekapitulasi perbankan yang jumlahnya lebih dari 65 triliun dalam APBN P 2008.

APBN negara memang sedang mengalami defisit. Namun, apakah menaikkan tarif BBM merupakan cara yang tepat untuk menutup defisit tersebut? Jika kita kaji melalui pendekatan ilmu ekonomi, perekonomian makro akan stabil jika ada kestabilan dalam perekonomian mikro. Jika pemerintah benar-benar ingin memperbaiki keadaan perekonomian makro Indonesia, langkah yang harus diambil adalah memperkuat perekonomian mikronya, bukan malah membunuhnya.

BBM merupakan pangkal kehidupan ekonomi rakyat yang jika itu dicabut terancamlah kehidupan mereka, padahal rakyat merupakan penyangga kehidupan suatu negara. Industri yang menggunakan BBM pasti akan menaikkan harga jual produknya karena sudah masuk dalam teori bahwa produsen akan berbagi beban dengan konsumen mereka. Imbas kenaikan harga tidak begitu terasa bagi mereka yang berduit lalu bagaimankah dengan nasib kaum alit. Haruskah mereka mengencangkan lagi ikat pinggang mereka, sementara nafas mereka sudah tersengal dalam perut yang kempis.

Mengutip pernyataan Karsiyo (69), seorang pedagang kelapa muda (kelamud) di Jl. Raya Thamrin Semarang, pada lembar KR edisi 15 Mei 2008 lalu saat diwawancara KR mengenai kenaikan tarif BBM, dengan ketus dia menjawab, "kelamud iki ora iso mlaku dhewe menyang kutho." Dari penggalan wawancara itu tentunya kita bisa merasakan betapa kecewanya beliau terhadap kebijakan tarif BBM. Apakah pemerintah tidak cukup tertusuk dengan pernyataan itu yang menyiratkan betapa berartinya BBM bagi mereka. Selain itu, pada lembar yang sama seorang sopir angkot di Semarang mengeluhkan semakin sulitnya dia mendapatkan penumpang karena dia meningkatkan tarif 25 % lebih tinggi dari sebelumnya guna mengimbangi kenaikan BBM sebentar lagi.

Kesejahteraan seperti itukah yang dimaksud? Kesejahteraan menjadi korban dari ketakutan pemerintah dalam melawan para kreditor yang menjadi drakula penghisap darah rakyat dan para mafia minyak tanah yang menggerogoti uang rakyat. Pemerintahan Indonesia sekarang ini tak ubahnya sedang berada di atas bidak catur yang menempatkan rakyat sebagai pion yang setiap saat harus siap "berkorban" untuk melindungi rajanya. Pemerintah tak lebih dari tikus pengecut yang bersembunyi di balik kekuasannya yang mereka hanya berani memanfaatkan kekuasaan tersebut untuk melawan rakyatnya sendiri. Padahal, kalau mereka berani mereka bisa melakukan renegoisasi utang luar negeri untuk menyehatkan kembali APBN yang sedang berdarah-darah sebagaimana usulan M. Khalid Syeirazi dalam artikelnya. Akan tetapi, ternyata pemerintah tak punya keberanian unutk melakukannya dan mereka malah merencanakan penambahan utang baru sebesar 48 triliun rupiah dan penerbitan SUN, obligasi, dan sebagainya sebesar 117 triliun rupiah dalam APBN 2008.

20 Mei 2008