Senin, 01 September 2008

[Essay 2] PEREMPUAN (BANTEN) BANGKIT DAN BERGERAKLAH Oleh Toto ST Radik*)
Perbincangan tentang perempuan (Banten), baik di dalam diskusi, seminar, maupun artikel dan pemberitaan di media massa, senantiasa memunculkan beragam keluhan tentang posisi perempuan, kesetaraan jender, 30% kursi legislatif, ayat-ayat Al-Qur’an yang “merendahkan perempuan”, dan sejenisnya. Belum sampai pada mendiskusikan apalagi mencoba menemukan sosok perempuan (Banten)! Semuanya seperti tak mengenal sejarah perempuan (Banten). Ahistoris! Jangan-jangan, kita memang bukan mahluk sejarah atau hidup di luar sejarah!
***
JUMLAH PEREMPUAN di negeri ini mencapai lebih 51% dari seluruh populasi penduduk. Jumlah perempuan yang menamatkan pendidikan tinggi setiap tahun juga terus bertambah. Begitu pula yang menduduki jabatan penting di sektor swasta dan pemerintahan. Presiden pun sudah perempuan. Namun isi dunia dan gerak kehidupan tetap saja “milik” laki-laki, sementara perempuan senantiasa dipandang sebelah mata dan didiskriminasi. Posisi dan perannya senantiasa marjinal, bahkan “ditiadakan” atau “ditidakkan”.
Kalau pun dirumuskan, ia dirumuskan secara irrasional, lantas disebarkan ke wilayah publik dan diterima pula secara taken for granted. Kisah penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam dan latar belakang diusirnya pasangan ini ke bumi, misalnya, membawa implikasi jauh ke dalam hidup perempuan dari sisi pandang agama. Agama seolah menyerukan bahwa perempuan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan dan selera laki-laki, secara biologis lebih rendah, dan puncaknya perempuan dianggap yang menyebabkan laki-laki terusir dari surga. Banyak orang percaya bahwa kisah itu adalah ajaran Al-Qur’an, tapi Fatima Mernissi (1987) mengungkap dengan gamblang cerita itu berasal dari kitab Yahudi, Perjanjian Lama. Islam sendiri, seru Fatima, justru menekankan kesetaraan secara tegas dan jelas.
Ajaran yang menempatkan perempuan di pinggir, menurut Nasaruddin Umar (1999) merupakan bias (penyimpangan) yang dapat dilacak dari sejarah perkembangan Islam, di mana jaman sesudah Rasul Muhammad Islam berkembang di luar Mekah dan Medinah kemudian berpusat di kota-kota seperti Damaskus (era Muawiyah) dan Bagdad (era Abasyiah) yang menganut kebudayaan misogini alias antiperempuan. Pengaruh budaya-budaya lokal tersebut banyak menyusupi ajaran Islam. Padahal, misi pokok turunnya Al-Qur’an justru untuk membebaskan manusia dari berbagai diskriminasi dan penindasan dalam segala bentuknya, termasuk diskriminasi seksual, warna kulit, etnis, dan ikatan-ikatan primordial lainnya.
Fatima Mernissi (Maroko) dan Nasaruddin Umar (Indonesia) serta pejuang-pejuang perempuan lainnya seperti Nawal El Sadawi (Mesir), Sachiko Murata (Jepang), Rifaat Hasan dan Ratna Megawangi (Indonesia) boleh menyeru-nyeru, tapi pada realitasnya pembedaan peran jender tetap saja dimanipulasi, disiasati dalam jalinan kepentingan dunia laki-laki: sebuah lingkungan budaya yang semakin memuja “machoisme”, “ramboisme”, “jawaraisme”, atau apa pun istilahnya.

Dalam “machoisme”, “ramboisme”, atau “jawaraisme” itu yang diagungkan adalah citra kewiraan, keheroan, kekuatan dan kekerasan di medan laga kehidupan, yang menganggap ketegaran (rigidity) sebagai sesuatu yang baik dan utama dan diserupakan dengan keteguhan (firmness), citra yang melihat dunia dan orang lain dalam hubungan kuat-lemah, kalah-menang. Sehingga tidak toleran terhadap apa yang subtil, halus, sabar, tenang, kompleks, rumit, dan berperasaan. Yaitu sifat-sifat yang diidentikan dengan ke-perempuan-an, dicap sebagai kelemahan, penghambat kemajuan, dan karenanya harus ditampik atau dicemooh.
HEGEMONIKHal tersebut tentu saja merupakan sebuah ketidak-adilan. Tapi celakanya, banyak perempuan sebagai kaum yang dirugikan tidak menganggap begitu. Sadar atau tidak, banyak perempuan justru menerima posisi dan peran yang diberikan kepada mereka sebagai sesuatu yang alamiah, mulia, dan harus dijunjung tinggi. Dalam pengertian Gramsci (dalam Nezar Patria & Andi Arief, 1999, juga Perry Anderson, 1976), kekuasaan laki-laki atas perempuan merupakan kekuasaan hegemonik. Artinya, kekuasaan tersebut diperoleh dengan persetujuan dari orang-orang yang dikuasai.
Demikianlah kita saksikan, justru pada kelompok kelas atas dan terdidik perempuan banyak terlibat dalam aktifitas ritual yang seringkali hanya menyangkut promosi sang suami untuk memperbesar lingkar pengaruhnya. Misalnya istri-istri pejabat, pengurus organisasi, dan sebagainya yang sesungguhnya berada di luar struktur, tapi digiring untuk ikut berperan dalam satu struktur yang oleh Terence H. Hull dan Valerie J. Hull (1995) disebut “piramida di dalam piramida”. Di dalam struktur serupa itu, kaum perempuan seolah berperan di dalam struktur resmi melalui Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, PKK, dan entah apa lagi, berdasarkan posisi atau jabatan sang suami. Mereka seperti tidak menyadari bahwa sesungguhnya hanya menjadi ornamen, hiasan pelengkap dari interaksi antara “bapak-bapak kecil” dan “bapak-bapak gede” yang meneguhkan pola komunikasi bapakisme yang paternalistik-feodalistik. Huh!
Memang, seperti disebut di awal tulisan, sudah banyak perempuan yang menamatkan pendidikan tinggi dan menduduki jabatan penting di sektor swasta dan pemerintahan, tapi tragisnya tetap saja tidak mengubah pandangan bahwa perempuan mahluk domestik, sementara laki-laki mahluk publik. Domestikasi ini menempatkan perempuan sebagai nature (mahluk alam) dan laki-laki sebagai nurture atau culture (mahluk berkebudayaan). Bahkan gerakan feminimisme (Barat) yang menyerukan agar perempuan mengadopsi sifat maskulin dan menanggalkan sifat feminim, hanya berujung pada keterpenjaraan perempuan oleh maskulinitas. Perempuan memang dapat benar-benar mandiri, tapi dalam kehidupannya terasa kosong dan teralienasi, asing, sunyi, dan iseng sendiri. Sebuah situasi yang disebut “Cinderella Complex”: perempuan pada akhirnya butuh “pangeran penolong” yang baik hati dan setia.
Lantas bagaimana dengan perempuan (di) Banten? Jika Aceh memiliki Tjoet Nyak Dien, Tjoet Meutia, dan Keumahayati; Pasundan memiliki Dewi Sartika; Maluku memiliki Martha Christina Tiahahu; Minahasa memiliki Maria Walandouw Maramis; Jawa memiliki Kartini (yang kemudian melejit sebagai tokoh nasional dan diperingati setiap tahun); siapa dan di manakah perempuan Banten?
Adalah realitas yang menggetirkan manakala kita tidak menemukan perempuan Banten dalam kitab-kitab sejarah (masa lampau) maupun catatan-catatan masa kini. Jika pun ada, hanya disebut secara samar-samar dan sambil lalu. Sekadar pelengkap dari kisah heroik laki-laki yang ditulis dengan kacamata laki-laki pula (male supremacy). Misalnya tentang Nyai Gede Wanogiri yang menjalankan kemangkubumian (pemerintahan sehari-hari) karena Molana Muhammad (Raja Banten Ketiga) gugur di Palembang, sementara putranya Pangeran Abul Mafakhir Abdul Qadir masih berumur lima tahun. Juga keberanian Ratu Saribanon bersama Tubagus Buang dan Kyai Tapa mempertahankan Keraton ketika Sultan dan putera mahkota dibuang oleh Belanda. Lantas Nyi Mas Cu dari Ketileng yang berperang melawan Belanda hanya dengan “senjata” sambal. Kemudian Nyai Permata, pemimpin pemberontak yang terkenal di Banten Selatan pada 1836. Serta Ratu Siti Aminah yang pada 1880-an merupakan satu di antara tokoh-tokoh terkemuka dalam percaturan politik di Banten selama pertengahan kedua abad XIX (Sartono Kartodirjo, 1984).
Ya. Kita mengenalinya hanya samar-samar dari dahan-dahan pohon sejarah perempuan Banten yang sesungguhnya pasti rimbun itu.
WRRITEN TEXDi Banten juga tidak ada (atau belum ditemukan?) written tex (teks tertulis) yang dibuat perempuan Banten semisal Surat-surat Kartini, yang dapat ditelaah dan disiskusikan untuk diinterpretasi ulang bagi kebutuhan masa kini dan masa hadapan. Sehingga tidaklah mengherankan jika perempuan Banten masa kini kehilangan tokoh perempuan yang bisa dijadikan kebanggan sekaligus model bagi upaya-upaya pemberdayaan. Celakanya, perempuan Banten pada masa kini (yang konon sudah banyak mengenyam pendidikan tinggi itu, bahkan ada pula yang menjadi wakil gubernur!) pun belum ada yang mampu menyodorkan written tex itu, belum ada yang menulis ihwal perempuan Banten atau menuliskan gagasan dan pemikirannya tentang sesuatu hal. Barangkali karena banyak perempuan Banten yang cukup puas hidup dalam kelisanan, bergosip sambil petanan (bagi kelas bawah) atau ngedugem (bagi kelas atas). Untunglah, masih ada segelintir perempuan Banten yang mencoba terus menerus menuliskan dirinya di media massa lokal. Semoga mereka “tak mudah patah tak lekas ranggas”. Sekarang ini tinggal bagaimana kita, terutama perempuan Banten, mau menggali dan mengumpulkan serpihan-serpihan sejarah yang samar itu, merekat dan menyatukannya, serta menjadikannya harta paling berharga bagi ruh (spirit) penciptaan sejarah perempuan Banten berikutnya. Ruh (spirit) bagi “proyek” penciptaan sejumlah written tex mengenai perempuan Banten atau written tex yang ditulis oleh perempuan Banten tentang berbagai segi kehidupan. Sebab, sebuah negeri tanpa sejarah adalah sebuah negeri tanpa wajah. Maka perempuan tanpa sejarah adalah perempuan tanpa wajah.
Surga memang di bawah telapak kaki Ibu alias perempuan (karena itulah penghuni neraka lebih banyak perempuan, sebab perempuan banyak yang mengotori kakinya!), tapi dunia toh tetap senantiasa di bawah telapak kaki laki-laki. Maka wahai perempuan (Banten), siapa dan di manakah engkau? Akhirilah seluruh keluh-kesahmu. Mari bangkit dan bergerak. Bergerak. Sekarang juga.
Catatan Sejarah para Politisi Muslimah
Sebagian penulis sejarah Islam menuturkan bahwa Allah menghendaki untuk menjadikan pengalaman Aisyah dalam tragedi perang Jamalnya sebagai pelajaran bagi ummat Islam. Perang unta dianggap merupakan cambuk dalam sejarah umat Islam. Kenangan tentang Aisyah terus saja tertanam hingga pada masa kita sekarang. Seolah-olah kenangan tersebut tidak henti-hentinya ingin mengatakan pada ummat Islam; lihatlah bagaimana usaha keras tersebut telah gagal sejak awal dari sejarah kita! Kita tidak harus mengulanginya secara sia-sia. Kita tidak harus menumpahkan darah lagi dan menghancurkan rumah-rumah baru. Al Afghani dalam bukunya yang berjudul Aisyah wa al Siyasa, menulis secara lengkap tentang biografi Aisyah dan mencoba memberikan nasehat bagi generasi mendatang tentang keberadaan perempuan dalam politik praktis. Buku tersebut sangat laris hingga harus dicetak ulang pada tahun 1971 di Beirut.Pertanyaannya kemudian, benarkah Aisyah menjadi titik awal terpuruknya peran perempuan di wilayah politik dan publik? Benarkah suara Aisyah adalah aib bagi sejarah Islam? Bukankah suara Aisyah justru cermin bahwa setiap individu dapat melakukan tindakan politiknya? Bukankah menentang khalifah, menarik sekelompok orang untuk membangkang dan terjun ke dalam perang merupakan keterlibatan yang biasa dalam kehidupan politik?Nabi SAW wafat di Madinah pada hari senin, 8 Juni 632 M, ketika Aisyah baru berusia 18 tahun. Dan pada usia 42 tahun, Aisyah terjun ke kancah pertempuran sebagai pimpinan sebuah pasukan yang menentang keabsahan khalifah keempat, Ali Bin Abi Thalib. Peperangan ini terjadi di Basrah pada 4 Desember 656 M. Sesungguhnya Aisyah telah memainkan peranan kunci dalam kehidupan dua khalifah yang pertama, dan dia memberikan andil dalam mengguncang khalifah ketiga, Ustman, dengan menolak membantunya ketika ia dikepung oleh para pemberontak di rumahnya sendiri. Aisyah meninggalkan Madinah ketika kota tersebut berada di ujung tanduk perang saudara untuk melakukan ibadah haji ke Mekkah, sekalipun banyak protes dari para pemuka keluarga atau kelompoknya. Demikian juga terhadap Ali, khalifah keempat, dia telah memberikan andil yang besar bagi kejatuhannya dengan memimpin pasukan pemberontak yang menentang keabsahannya. Para sejarahwan menyebut pertempuran ini dengan ‘Perang Unta” merujuk pada unta yang dikendarai oleh Aisyah. Dengan sebutan perang Jamal (dalam bahasa Indonesia artinya unta), menurut Fatima Mernissi, seorang feminis muslimah asal Maroko, yang dituju sesungguhnya adalah terhapusnya nama seorang pemimpin wanita Islam dari ingatan para gadis kecil muslim di kemudian hari. Karena yang diingat adalah hanya unta yang dinaiki Aisyah. Meskipun demikian, tetap saja hal itu tidak bisa menghapus Aisyah dari sejarah Islam. Apalagi menghapus bahwa sesungguhnya perempuan pernah muncul dalam kancah politik praktis 1 Sebagai bagian dari perkataan nabi, hadits seringkali masih dianggap sebagai bagian dari teks suci, dan kisah tentang keterlibatan Aisyah salah satunya termaktub dalam periwayatan hadits. Dan dari hadits pula selalu disimpulkan adalah bahwa mutlak perlu mencegah perempuan dari politik praktis. Fatalnya kasus gagalnya Aisyah dalam Perang Unta selalu dijadikan pegangan, yaitu contoh dari Allah tentang ketidakbolehan perempuan terjun ke dalam politik praktis. Masih menurut Al Afghani dalam Aisyah wa al Siyasa, Aisyah justru menjadi bukti tidak diperbolehkannya peran serta kaum perempuan dalam memegang kekuasaan. Aisyah membuktikan hidupnya di depan politik. Bagi Al Afghani, darah kaum muslimin telah tumpah. Ribuan sahabat SAW terbunuh, para ulama, pahlawan dari berbagai kemenangan Islam, para pemimpin terkemuka telah kehilangan nyawanya. Semua itu akibat campur tangan Aisyah dalam politik. Aisyah dianggap bertanggungjawab terhadap pertumpahan darah pada Perang Unta, yang menyebabkan terpecahnya dunia muslim menjadi dua fraksi Suni dan Shi’i. Namun bagi Fatima Mernissi, argumen Al Afghani tidak bias diterima begitu saja, sebab berdasarkan penelitiannya juga dari beberapa teks, perseteruan Aisyah melawan Ali karena dia mempertahankan prinsip yang dicontohkan Rasulullah. Maka jihad politik Aisyah bukanlah sebagai aib bagi sejarah politik Islam.Dalam sebagian besar tulisan sejarah Islam pula, makna politik sering dimaknai hanya pada konteks politik praktis, padahal sesungguhnya makna politik dapat lebih luas dari itu. Sejarah Islam memang sarat dengan cerita jatuh atau tumbangnya sebuah kekuasaan, atau dari perang ke perang, maka memang tidak heran bahwa jika muncul tokoh perempuan di dalamnya meniscayakan bahwa peran politik memang hanya sebatas itu. Masih dalam masalah mengkritisi tulisan sejarah (terutama sejarah Islam) baik yang didapat dari kitab tarikh maupun tafsir dan hadits, dimana di dalam tulisan-tulisan tersebut peranan perempuan (terutama pada masa pra Islam) sering dituliskan hanya sebagai pembakar semangat kaum laki-laki untuk bertempur sampai titik akhir, untuk tidak melarikan diri, dan untuk berani mati di medan laga. Peranan yang sesungguhnya sangat erat dengan citra (stereotype) seorang perempuan yang memang bertugas sebagai perawat yang mengobati luka-luka dan mengubur mereka yang sekarat. Contoh-contohnya misalnya dapat dilihat dari kisah tentang seorang perempuan yang bernama Hindun. Diriwayatkan di beberapa kitab tafsir bahwa ada seorang perempuan bernama Hindun yang senang menyanyikan nyanyian di masa-masa perang. Dari sini saja dapat dilihat bahwa kisah Hindun dalam tafsir tersebut semakin memperjelas citra perempuan yang seolah hanya sebagai pemberi semangat untuk berani mati kepada kaum laki-laki yang berperang. Tidak justru memberikan gambaran bahwa perempuannya sesungguhnya dapat juga berlaku seperti laki-laki secara umum, berani menghadapi kematian dalam perang. Hanya Tafsir Al-Thabari sajalah yang menyertakan kisah seorang perempuan yang bernama Ummu Salamah. Di dalamnya dikisahkan bahwa ada seorang perempuan bernama Ummu Salamah yang telah berani menggugat keberadaan perempuan dalam Al-qur’an. Pada suatu hari Ummu Salamah mengajukan masalah-masalah politis yang hanya bisa dilakukan perempuan dewasa atau laki-laki, lalu dia bertanya kepada Rasulullah “Mengapa kaum laki-laki selalu disebut-sebut dalam al-Qur’an dan mengapa kami (perempuan) tidak disebutkan?” Mendengar pertanyaan Ummu Salamah tadi, Nabi tidak segera menjawab karena menunggu wahyu dari Allah. Lalu pada suatu waktu, ketika dia menyisir rambutnya dengan tenang karena penasaran pertanyaannya belum dijawab Rasulullah, dia mendengar Nabi membaca sebuah ayat dari dalam masjid “Wahai manusia! Allah berfirman dalam kitab-Nya “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, dst”, dan Nabi terus menerus membaca rangkaian ayat ini sampai pada bagian terakhir dari ayat ini yang menyatakan “Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. Kiranya karena sebab pertanyaan dari Ummu Salamah yang hendak mendapatkan hak politiknyalah, perempuan mendapatkan hak perlakuan yang sama di mata Allah yang secara jelas tertera dalam teks al-Qur’an. Ayat tersebut dapat dikatakan sebagai ayat yang revolusioner di masa itu karena dengan jelas dikatakan laki-laki dan perempuan sama-sama mendapatkan hak dan pahala dari apa yang dikerjakannya. Sedangkan pada masa Nabi, kaum jahiliyah masih sering membedakan antara hak laki-laki dan perempuan. Banyak tanda-tanda yang menyebabkan orang meyakini bahwa pertanyaan yang diajukan di atas mewakili suatu gerakan protes yang sesungguhnya datang dari kaum perempuan. Jadi pertanyaan Ummu Salamah, merupakan akibat desakan politis dan bukan suatu spontanitas dari istri Nabi yang tercinta. Hak politik adalah hak dimana setiap individu berhak menjadi subyek atas suatu kehendak bebas yang selalu hadir. Suatu kesadaran diri yang tidak bisa lenyap sepanjang dia masih hidup. Dalam suatu riwayat lain, Umar bin Khattab ra pernah berkata: “Dulu kami pada masa Jahiliyah sama sekali tidak memperhitungkan kaum perempuan, kemudian ketika datang Islam dan Allah SWT menyebutkan mereka di dalam kitab-Nya, kami tahu bahwa mereka juga memiliki hak terhadap kami”.2 Menerima dan mengakui hak-hak perempuan bagi masyarakat yang awalnya tidak memperhitungkan perempuan sama sekali, bukanlah sesuatu yang mudah. Sekalipun sudah dinyatakan beberapa ayat al-Qur’an, tetapi tidak mudah bagi sebagian laki-laki untuk menerima dan mengakui hak-hak tersebut. Umar ra saja, seperti yang diceritakannya sendiri (lihat: Rujukan Bukhari yang sama), masih merasa keberatan jika pandangannya dalam suatu hal dibantah atau diberi masukan isterinya. Karena itu, para perempuan harus siap berhadapan dan melakukan semacam tekanan agar hak-hak mereka benar-benar diakui masyarakat awal Islam pada saat itu. Isteri Umar ra, putrinya Hafsah dan juga Ummu Salamah ra perlu meyakinkan kepada Umar ra bahwa perempuan memiliki hak untuk berbicara di hadapan suaminya atau ayahnya.Ketika kaum perempuan merasakan bahwa ayat-ayat al-Qur’an sering dipahami bias untuk laki-laki semata, mereka datang menuntut kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka menginginkan ketegasan pernyataan al-Qur’an mengenai posisi dan kiprah mereka. Dalam suatu hadits riwayat Imam at-Turmudzi, suatu saat Ummu Salamah ra bertanya: “Wahai Rasul, saya tidak mendengar sedikitpun Allah SWT membicarakan para perempuan yang berhijrah?” Kemudian Allah SWT menurunkan ayat:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan, (dan berfirman): bahwa Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan amal perbuatan kamu, baik dari laki-laki atau perempuan, yang satu terhadap yang lain. Mereka yang berhijrah, dikeluarkan dari rumah tempat tinggal mereka, disiksa karena mengikuti jalan-Ku, berperang dan terbunuh, mereka semua akan Aku hapuskan dosa-dosa mereka, dan akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan pada sisi Allah-lah, pahala yang yang baik”.3
Dalam sejarah peperangan, baik yang terjadi pada masa pra Islam maupun pada masa penyebaran Islam, setiap perang, kaum perempuan selalu saja diposisikan pasif. Mereka berada di luar konflik. Jika kaumnya kalah, para perempuan diselewengkan ke dalam status tawanan perang, sementara kaum laki-lakinya dibunuh. Bangsa Arab adalah suatu masyarakat dimana seseorang dibagi menjadi dua klasifikasi merdeka dan budak. Klasifikasi ini berlaku untuk dua jenis kelamin. Kedaulatan berkehendak dari seorang laki-laki merdeka tidak bisa dengan mudah dicabut. Sementara jika seorang perempuan, karena kekalahan militer kaumnya, dia akan menjadi harta rampasan. Semua itu mereka lakukan semasa nabi SAW masih hidup. Tetapi para perempuan tidak tinggal diam terhadap cara-cara ini. Mereka bergegas menemui Nabi SAW di saat kaum laki-laki bersikeras menerapkan kebiasaan-kebiasaan jahiliyah. Ummu Kajja merupakan salah satu kasus dalam masalah ini. Dia adalah seorang perempuan anshar yang mengadu kepada rasulullah SAW “Suami saya meninggal, dan mereka menghalangi saya untuk mendapatkan warisan”. Ummu Kajja memiliki 5 putri yang secara menyeluruh terhalangi untuk mendapatkan waris kaum laki-laki dari keluarga, pada saat itu hanya laki-laki yang mewarisi. Ummu Kajja bukan satu-satunya perempuan yang datang menuntut penerapan hukum baru tentang hak waris perempuan, ada juga Kubaysha bin Ma’an. Karena tuntutan politis merekalah maka turun ayat yang menerangkan tentang hak waris perempuan, baik itu istri, anak perempuan, atau ibu.Contoh lain misalnya pada perang Hunain, dimana Islam telah meniadi pemenang. Kaum perempuan juga telah mengajukan tuntutan-tuntutan politisnya tentang perang dan harta rampasan perang. Dan sejak saat itu, turun ayat yang menyatakan bahwa ketakwaan merupakan satu-satunya ukuran bagi tingkatan dalam hirarki ajaran agama Islam. Sampai di sini, suara-suara yang tergambar dalam sejarah Islam sesungguhnya dapat juga menjadi referensi bahwa tuntutan kaum perempuan, dari ruang domestik dan dalam rangka memperjuangkan hak hidup mereka adalah bentuk shahih dari makna politik yang memang seharusnya tidak dipisah-pisahkan lagi. Suara-suara perempuan yang secara tidak langsung juga direspon melalui ayat-ayat yang diturunkan Allah adalah bagian penting bahwa setiap individu memiliki hak politik dan hak berdaulat. Bahkan karena adat jahiliyah yang diskriminatif terhadap hak perempuan jugalah yang membuat para perempuan muslim merasa perlu meminta revisi dan Allah merespon itu dengan cepat lewat perkatannya nabinya. ] (dd)
1 Fatima Mernissi, Menengok kontroversi peran wanita dalam politik, Alhuda, Jakarta, 1997)2 Hadits Bukhari, kitâb al-libâs bâb mâ kâna an-nabiyy yatajawwazu min al-libâs wa al-basth, 77/31, no. hadits: 5843.3 (QS. Ali Imran, 3: 195). (lihat: Ibn al-Atsir, Jâmi’ al-Ushûl, II/161, no. hadits: 552)
DAMPAK NEGATIF GLOBALISASI
TERHADAP EKONOMI, SOSIAL POLITIK,DAN BUDAYA

I. Pengertian Globalisasi
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang bermakna universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Menurut Kennedy dan Cohen globalisasi telah membawa kita pada paham baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
II. Globalisasi Menurut Para Ahli
1. Martin Albrow
Globalisasi menyangkut seluruh proses di mana penduduk dunia terinkorporasi ke dalam masyarakat dunia yang tunggal.
2. Thomas Friedman
Globalisasi adalah integrasi pasar, financial, dan teknologi yang mengecilkan dunia dari ukuran sedang menjadi kecil.
3. Martin Kohr
Globalisasi adalah apa yang kami di dunia ketiga selama beberapa abad menyebutnya kolonisasi.
4. Selo Sumarjan
Proses terbentuknya system organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia.
III. Ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia :
§ Perubahan dalam konsep ruang dan waktu.
§ Adanya ketergantungan antara pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
§ Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan
§ Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
IV. Munculnya Globalisasi
Kemunculan globalisasi merupakan implementasi ide dari negara-negara maju yang memiliki ambisi besar untuk mengusai dunia. Globalisasi tak ubahnya sebuah kendaraan bagi negara-negara maju untuk mencapai tujuan ekonomi, politik, serta sosial dengan negara-negara berkembang sebagai bahan bakarnya.
Dengan tanpa rasa berdosa negara-negara maju mengusung tema “kemajuan bagi negara-negara berkembang”, guna mendapatkan simpati dari negara-negara berkembang. Selama beberapa tahun lalu, pernyataan para penganjur globalisasi telah menyesaki genderang telinga kita. Tujuan utama mereka mendesakkan globalisasi adalah untuk membantu kaum miskin di dunia. Mereka berpendirian bahwa dengan menghilangkan hambatan terhadap perdagangan perusahaan besar dan berbagai investasi keuangan, maka itulah gagasan terbaik menuju pertumbuhan dan keluar dari kemiskinan.
Akan tetapi, sejauh ini, hampir seluruh fakta dalam beberapa decade lalu (1970-2000) –masa pengaruh tercepat dari globalisasi ekonomi – menunjukkan bahwa globalisasi ekonomi justru menciptakan kondisi sebaliknya. Sebuah laporan PBB (UNDP,1999) menemukan bukti bahwa ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin di dalam Negara maupun antarnegara, dengan sangat cepat meluas. Salah satu penyebab utamanya adalah system perdagangan dan system keuangan global.
V. SAPs (Structural Adjusment Programs)
Bretton Woods sebagai lembaga yang mendukung globalisasi dalam membuat kebijakannya ternyata tidak dirancang untuk memberi keuntungan kepada Negara-negera miskin, melainkan kepada Negara-negara industri kaya dan berbagai koporasi global mereka, dengan tetap mengatakan bahwa mereka melakukan semuanya itu untuk membantu kaum miskin, itu adalah sebuah “sinisme tingkat tinggi”. Karena, sesungguhnya kebijakan globalisasi ekonomi lebih banyak menciptakan kemiskinan ketimbang memberikan jalan keluar.
Dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya tersebut, Bank Dunia dan IMF memiliki instrument yang sangat kuasa dan berbahaya yang bernama SAPs (Structural Adjustment Programs), yang membentuk berbagai kebijakan yang sangat buruk dan merugikan.
Berikut ini contoh beberapa persyaratan SAP:
· Penghapusan tarif-tarif yang membantu industri-industri kecil local agar tetap mampu bertahan hidup berhadapan dengan perusahaan-perusahaan besar global
· Penghapusan berbagai peraturan dalam negeri yang mungkin dapat menghambat atau terlalu banyak mengatur masuknya investasi luar negeri
· Penghapusan control harga –bahkan berkenaan dengan kebutuhan pokok seperti pangan dan air sekalipun – tetapi secara tidak adil mewajibkan pemberlakuan control atas upah
· Pengurangan secara drastis bebagai pelayanan social dan badan-badan yang menjalankannya
· Penghancuran secara agresif atas program-program rakyat
· Perubahan yang dipaksakan secara cepat atas perekonomian dalam negeri untuk menekankan produksi ekspor
Jika kita cermati satu persatu nyatalah bahwa globalisasi diciptakan bukan untuk kemakmuran negara-negara berkembang.
VI. Lembaga-lembaga Global Internasional
1. IMF
Dalam pertemuan tahunan pada 1999, IMF dan Bank Dunia mempermaklumkan bahwa pengentasan kemiskinan merupakan tujuan utama. Melalui SAP, IMF telah memaksakan pembaruan yang keras di bidang ekonomi kepada lebih dari 100 negara sedang berkembang dan di bekas negara-negara komunis, hingga menjebloskan ratusan juta orang ke jurang kemiskinan yang kian dalam.
2. WTO
World Trade Organization (WTO) dan berbagai perjanjiannya tidak melayani kepentingan negara sedang berkembang, tetapi kepentingan dunia industri maju, khususnya Amerika Serikat. Bukan kebutuhan masyarakat global yang melahirkan WTO pada 1995, melainkan penilaian Amerika Serikat bahwa kepentingan berbagai korporasinya tidak lagi terlayani oleh GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang sangat longgar dan lentur. Sehingga, Amerika Serikat membutuhkan kehadiran suatu badan yang sangat kuat dan luas ruang lingkupnya, semacam WTO.
Munculnya pernyataan bahwa WTO diperlukan adalah salah satu kebohongan besar. Agar WTO diterima para propagandis Amerika Serikat membangkitkan kekuatan bahwa apabila negara berkembang tidak mau bergabung dengan WTO, negara yang bersangkutan akan diisolir dari perdagangan dunia.
Betapa tidak demokratisnya WTO tatkala segala keputusan dicapai secara informal melalui kasus-kasus yang diadakan di berbagai koridor kementrian oleh penguasa besar perdagangan. Berbagai sidang pleno resmi, yang dalam negara-negara demokrasi merupakan arena utama bagi pembuatan keputusan, hanya disediakan untuk tempat-tempat pidato belaka. Kesepakatan yang dihasilkan hanya berfungsi sebagai alat rekayasa dari suatu proses yang tidak transparan. Jelas sudah betapa WTO secara sistematis melindungi perdagangan dan keuntungan ekonomi negara-negara kaya, khususnya Amerika Serikat, kiranya sangatlah tidak mungkin bagi WTO untuk mengkalim bahwa dirinya melayani kepentingan kaum miskin di negara-negara sedang berkembang.
3. Bank Dunia
Bank Dunia, dalam Raison d’etre-nya, berusaha mengurangi kemiskinan yang itu menjadi satu paket dengan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Namun demikian, dalam usahanya memajukan sesuatu yang disebut “pembangunan”, kaum miskin di sebagian besar negara peminjam justru berada dalam kondisi yang jauh lebih buruk ketimbang lima belas tahun sebelumnya. Bahkan menurut Annual Review of Development Effectiveness 1999 oleh Departemen Evaluasi Pelaksanaan Bank Dunia atau OED, “Kecenderungan kemiskinan menjadi semakin buruk. Jumlah kaum miskin yang hidup dengan penghasilan kurang dari 1 dolar AS sehari meningkat, kendati Bank Dunia pada saat ini mengklaim bahwa tingkat keberhasilan proyek mereka secara keseluruhan lebih tinggi (hingga mencapai 72% dari 64% pada 1991), namun realitas tetap menjadi alasan yang tak terbantahkan.
VII. Dampak Globalisasi Bagi Ekonomi dan Politik
Dari uraian-uraian di atas secara implisit kita dapat menemukan keburukan globalisasi bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Adapun keburukan globalisasi ekonomi adalah sebagai berikut:
§ Menghambat pertumbuhan sektor industri
§ Memperburuk neraca pembayaran
§ Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
§ Sektor keuangan semakin tidak stabil
§ Semakin terbukanya system ekonomi suatu Negara
§ Bebasnya perdagangan barang dan jasa antar Negara
§ Bebas keluar masuknya aliran uang antar Negara
§ Standardisasi produk dan proses produksi dalam industri
§ Meningkatnya eksploitasi sumber daya alam
§ Keluar masuknya SDM antar Negara sehingga meningkatkan kompetisi
Sedangkan di bawah ini adalah dampak negative globalisasi terhadap dunia perpolitikan:
§ Terbentuknya system politik/Negara sesuai dengan teori-teori yang berkembang di barat seperti diterapkannya bentuk Negara, bentuk pemerintahan dan system pemerintahan menurut terminology barat
§ Menguatkannya tuntutan agar diciptakan Good Governance
§ Menguatkannya tuntutan pembentukan civil society di berbagai belahan dunia
§ Demokratisasi dalam penyelenggaraan kehidupan Negara
§ Berkembangnya budaya politik yang dipengaruhi nilai-nilai barat
§ Menguatnya tuntutan dalam penegakan HAM dan hukum
§ Tuntutan jaminan kebebasan pers
§ Menguatnya tuntutan desentralisasi kewenangan
§ Meningkatnya partisipasi politik masyarakat baik itu melalui pemilu, keterlibatan dalam jabatan politik, maupun dengan kritik dan saran yang ditujukan pada institusi-institusi publ
VIII. Globalisasi Menggusur Budaya Lokal
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Nilai-nilai budaya Indonesia yang mengandung nilai ketimuran telah terkontaminasi oleh budaya barat. Dalam kehidupan sehari-hari akan sangat sulit ditemukan budaya asli bangsa Indonesia. Gaya bergaul, berpakaian, bahkan persepsi tentang ketuhanan sudah terkena virus kebudayaan Negara-negara maju.
Indonesia yang memiliki beragam etnis local, sekarang ini kurang bisa melindungi keberadaan mereka terkait adanya globalisasi. Komunitas Dayak Pitap, orang-orang Wana, Wet Semokan, dan Kajang mengalami problem yang pelik sehubungan dengan tanah mereka. Tanah yang bagi mereka tidak hanya memiliki fungsi ekonomis, medis dan social, tapi juga memilki fungsi spiritual bagi mekanisme adat, kini sedang terancam dengan hadirnya perusahaan-perusahaan besar sebagai pengemban amanat globalisasi. Sesuatu yang selalu problematic adalah ketidakmampuan pemerintah dalam mengapresiasi perbedaan paradigma antara masyarakat local dengan perusahaan-perusahaan besar. Yang mereka pikirkan adalah keuntungan financial yang jika diukur tidak akan sebanding dengan kerugian yang akan diderita.
Secara garis besar, dampak globalisasi terhadap budaya adalah sebagai berikut:
§ Penyebaran dan interaksi budaya antar Negara yang semakin intensif yang tak jarang menimbulkan benturan budaya
§ Terjadinya pergeseran nilai dalam masyarakat
§ Kecenderungan terbentuknya suatu budaya global yang homogen
§ Terjadinya perubahan pola dan gaya hidup dalam masyarakat
§ Berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi
§ Berkembangnya sekularisasi pada beberapa pihak dan menguatnya nilai-nilai agama pada pihak lain.







DAFTAR PUSTAKA :
1. Globalisasi Kemiskinan dan Ketimpangan
2. Budiman, hikmat, 2007, Hak Minoritas Dilema Multikulturalisme di Indonesia, The Interseksi Foundation.
3. Surayanto, 2005, Kewarganegaraan untuk SMA.
4. http://www.pacific.net.id/pakar/adiharsono/000301.html
MAKALAH SOSIOLOGI-POLITIK
GLOBALISASI
Dosen : Drs. Soeprapto, SU



Anggota :
1. Rosita Anggia / Man / 16167
2. Zusri Kusuma W / Man / 16348
3. Weny Rosalina / Man / 16350
4. Hastiwi Rinardiyanti / Man / 16362
5. Anita Wijaya / Akt / 16775





Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
2008
-- Dr. M. Umar Chapra (Pakar Ekonomi Islam Internasional IDB Jeddah - Saudi Arabia & Dosen luar biasa STEI SEBI)

Dr. Mohammad Umer Chapra
Dr. M. Umer Chapra (born 1933), a Saudi citizen, is currently serving as Research Advisor at the Islamic Research & Training Institute (IRTI) of the Islamic Development Bank (IDB). Before joining IRTI in 1999, he worked as Senior Economic Advisor at the Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) from where he retired after a long service of 35 years.
Dr. Chapra taught in the United States at the Universities of Wisconsin and Kentucky and worked in Pakistan at the Institute of Development Economics and the Islamic Research Institute. He has made seminal contributions to Islamic Economics and Finance over more than three decades in the form of ten books and monographs and more than seventy papers and book reviews. Consequently, he has received a number of awards, including the Islamic Development Bank Award for Islamic Economics, and the King Faisal International Award for Islamic Studies, both in 1989.
E-mail: muchapra@isdb.org

Dr. M. Umer Chapra, MBA., Ph.D Nama aslinya adalah Muhammad Umer Chapra. Seorang pakar dan penasihat ekonomi-perbankan berkebangsaan Pakistan, tetapi lahir di Bombay tahun 1934. Sekarang dapat di hubungi di alamat Saudy Arabian Monetary Agency, P.O.Box 2992, Riyadh 11169. Ph: 4662056. Ia memperoleh gelar MBA dari Universitas Karachi dan Ph.D. dari Universitas Minnesota. Dari sini ia memulai karir sebagai penulis yang banyak mengupas tentang praktek-praktek internasional dengan referensi kebijakan teori dan praktek ekonomi Islam. sebagai tokoh penulis terbaik yang memberikan suguhan alternatif solusi praktek ekonomi internasional. Pernah mengajar mata kuliah ekonomi pada University of Wisconsin Platteville dan University of Kentucky, Lexington, Amerika. Juga pernah bekerja sebagai ekonom senior dan Associate Editor Pakistan Development Review pada pakistan Institute of Development Economis. Umar Chapra pada tahun 1965 menjabat sebagai penasihat ekonomi senior pada Moneter Agency kerajaan Arab Saudi, disamping kariernya sebagai penulis yang peduli terhadap perkembangan ekonomi dan perbankan Islam. Berkat kontribusinya yang beragam bagi ekonomi Islam, tahun 1989 Chapra memperoleh penghargaan King Faishal Internasional in Award Islamic Studies, serta penghargaan dari Islamic Development Bank Award in Islamic Economics Umar Chapra telah menulis puluhan buku antara lain: 1. Islam and Economic Development: a strategy for development with justice and stability (1993). Tentang perkembangan ekonomi Islam. 2. Islam and the Economic Challenge (1992). Tentang tantangan ekonomi Islam. 3. Towards a just monetary system: a discussion of money, banking and monetary policy in the light of islamic teachings (1985). Mendiskusikan permasalahan uang , bank dan kebijakan moneter. 4. Monetary and fiscal economics of Islam: an outline some major subjects for research (1978). Tentang keuangan dan ekonomi moneter dalam Islam. 5. Money and banking in an islamic Economy, in monetary and fiscal economics of Islam (1978). Tentang ekonomi dan perbankan Islam. 6. The Islamic welfare state and its role in the economy, in Islamic perspective. Studies in honour of Abu A’la Mawdudi (1979). Tentang peraturan ekonomi dan kesejahteraan negara islam. 7. The Future of Economis: an Islamic perspective. (2000). Masih banyak buku lainya dan ada beberapa yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sementara artikel yang ditulis Chapra antara lain: 1. Monetary management in an Islamic economy, New Horizon, London, 1994. 2. Islam and the international debt problem, Journal of Islamic Studies, 1992. 3. The role of islamic banks in non-muslims countries. Journal Institute of Muslim Minority Affair, 1992. 4. The need for a new Economic System, Review of Islamic Economics/Mahallath Buhuth al-Iqtishad al-Islami, 1991. 5. The Prohibition of Riba in Islam: an Evaluation of Some Objections, American Journal of Islamic Studies, 1984.
http://www.opensubscriber.com/message/ekonomi-syariah@yahoogroups.com/8115915.html

RASIONALITAS TEORI EKONOMI ISLAM:Posisi, Implikasi dan Kemaslahatan Mengembang (Bag. 1)Oleh: Dede Nurohman
A. PendahuluanSecara naluriah, semua manusia menginginkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Beberapa cara, dari mulai yang ideal sampai yang pragmatis, mereka tempuh untuk mencapai tujuan itu. Walaupun mereka memiliki cita-cita hidup yang sama, tetapi cara mereka mewujudkannya seringkali berbeda-beda. Bahkan tidak jarang saling berlawanan antara satu dengan lainnya. Dalam konteks jenis pencarian ekonomi, misalnya; para pedagang merasa bahagia dengan pekerjaannya. Bagi petani, pedagang merupakan jenis pekerjaan yang melelahkan. Berbeda dengan bertani, dapat dikerjakan dengan santai, tidak dikejar target, dan pada saatnya tinggal menunggu panen. Berbeda lagi dengan para guru yang menganggap pekerjaannya lebih mulia dan “mencerdaskan”. Dan banyak lagi cara-cara lain yang dijalani manusia. Namun semuanya satu dalam tujuan, yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.Bahkan dalam konteks yang lebih implisit, cara manusia mencapai kesejahteraan itu tidak jarang sangat bertentangan dengan cara manusia lainnya. Sesuatu yang menurutnya baik dan menguntungkan belum tentu baik dan menuntungkan bagi orang lain. Sesuatu yang rasional belum tentu dapat diterima akal orang lain. Sebagai misal, seorang pedagang memberikan bandrol sangat tinggi bagi sebuah produk. Bagi penjual, hal tersebut wajar dan masuk akal, tetapi belum tentu bagi pembeli atau penjual lainnya. Di sisi lain, terdapat pula seorang pelaku usaha yang merasa puas atas apa yang dilakukannya ketika ia menetapkan harga secukupnya kepada konsumen. Baginya, itu rasional, tetapi bagi kebanyakan orang bisa dianggap sebagai sebuah kebodohan. Dan ini terjadi dalam kehidupan manusia, khususnya dalam prilaku mereka untuk memenuhi kebutuhan akan kesejahteraannya.Meskipun demikian, dalam realitas kehidupan modern, makna rasionalitas dalam prilaku ekonomi didefinisikan dunia Barat secara materialistik-individualistik. Prilaku-prilaku ekonomi masyarakat dianggap rasional jika menyimpan keuntungan-keuntungan bendawi untuk dirinya. Kalangan produsen dipacu untuk mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya dengan meminimalisasi modal. Demikian juga golongan konsumen dipacu untuk dapat memaksimalisasi kepuasannya terhadap barang. Kehidupan diciptakan menjadi kondisi di mana seseorang dapat menggunakan logikanya sendiri untuk meraih keuntungan hidup. Peradaban dibangun untuk melahirkan manusia-manusia yang berorientasi pada kepentingannya sendiri dan sekaligus mengalienasi sendiri dari kepentingan-kepentingan orang lain. Kenyataan ini terjadi tentu tidak dalam waktu singkat, tapi telah berlangsung ratusan tahun, sehingga tanpa terasa ideologi kapitalis mengkristal menjadi kepribadian manusia modern. Pola pikir, prilaku dan tata nilai masyarakat menjadi sangat individual dan materialistik. Dimensi individualisme kapitalis membangun kehidupan masyarakat menjadi sangat private, kurang memikirkan kepentingan orang lain. Paradigma materialisme kapitalis berhasil mengkonstruk jati diri masyarakat menjadi sangat mencintai benda, berorientasi pada fisik dan lahir, realitas yang nampak secara kasat, bukannya makna, ruh, dan realitas sejati yang ada di balik benda itu. Dalam kehidupan nyata dapat dilihat, pola pikir rasukan kapitalisme ini menuhankan akal sebagai satu-satunya pencari hakikat kebenaran. Sedangkan tata nilai masyarakat berorientasi pada penguasaan atas sumber-sumber produksi. Indikasi hal tersebut nampak pada ketimpangan hidup yang tajam antara golongan kaya dan miskin.Untuk merubah keadaan di atas butuh waktu panjang dan pembenahan terhadap beberapa hal yang sangat kompleks. Wacana-wacana pembaharuan ekonomi yang berkeadilan harus ditempuh melalui pembangunan epistemologi, metodologi dan teori-teori yang mendukung. Dalam hal inilah, Islam sebagai sebuah sistem keyakinan yang memuat nilai-nilai universal dan komprehensif,[1] harus diformulasikan sedemikian rupa sehingga Islam dapat menyediakan sistem keilmuan dan sistem sosial. Sistem keilmuan dikonstruksi dalam rangka menyediakan wacana dan teori yang menjadi rumusan bagi idealitas sebuah tatanan hidup. Sementara sistem sosial dikonstruksi agar menjadi kekuatan real dan empiris yang tidak saja memperkokoh bangunan keilmuan tetapi juga menjadi indikator bagi kebenaran dan keadilan yang dicita-citakan secara teoritis.Dengan perangkat nilai yang berasal dari wahyu Tuhan dan dorongan penggunaan akal seluas-luasnya, ekonomi Islam dapat menjadi kekuatan baru dalam mewarnai kehidupan manusia. Kombinasi dimensi spiritual yang meneduhkan dan rasional yang meyakinkan sangat berpotensi untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia. Dengan itu, kesejahteraan dan kebahagian manusia tidak semata berlaku secara individual tetapi dapat menjangkau sekaligus menjamin manusia secara keseluruhan.Berangkat dari gambaran di atas, tulisan ini ingin; pertama, mengetahui posisi teori rasionalitas ekonomi Islam di antara wacana teori rasionalitas konvensional. Oleh karena itu, di dalamnya dikaji terlebih dulu pengertian rasionalitas dan kilasan sejarah berkembangnya pemahaman rasionalitas teori ekonomi modern untuk mengetahui motif, akar dan latar belakang di balik muncul dan berkembangnya pemahaman itu. Kedua, mengungkap epistemologi keilmuan ekonomi Islam sebagai sebuah pijakan terbangunnya konsep dan teori rasionalitas ekonomi Islam, menjelaskan wordl-view Islam sebagai sudut pandang dalam melihat realitas ekonomi, dan mengelaborasi konsep dan teori para proponen ekonomi Islam tentang teori prilaku konsumen dan produsen sebagai implikasi dari bangunan epistemologis dan world-view Islam. Ketiga, meneguhkan kembali pentingnya kemaslahatan sebagai prinsip dasar rasionalitas prilaku ekonomi muslim. B. Konsep Rasionalitas Ekonomi ModernSebelum menjelaskan term rasionalitas, terlebih dahulu dijelaskan maksud dari ekonomi modern. Ekonomi modern merupakan prilaku ekonomi yang digunakan oleh masyarakat dewasa ini dengan sistem dan implikasi-implikasi yang ditimbulkannya. Ekonomi yang berkembang sekarang ini adalah sistem ekonomi kapitalis, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud ekonomi modern adalah ekonomi kapitalis. Dengan bahasa lain, sebuah sistem yang berkembang dan masih digunakan hingga kini secara mayoritas dapat disebut sistem konvensional (mainstreem). Oleh karena itu, dalam kajian ini apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi modern adalah identik dengan sistem ekonomi konvensional, karena di dalamnya dihuni oleh sistem ekonomi kapitalis. Penegasan ini tidak berarti mengabaikan sistem ekonomi sosialis atau sistem ekonomi lainya. Namun, dari sudut pandang kekuatan pengaruh dan establishment, sistem kapitalis lebih umum dipahami sebagai sistem konvensional.Pemahaman tentang rasionalitas ekonomi sesungguhnya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pengertian ilmu ekonomi itu sendiri. Ilmu ekonomi didefinisikan secara beragam, paling populer diantaranya adalah “ilmu yang mempelajari segala aktivitas yang berkaitan dengan produksi dan distribusi di antara orang-orang”. Definisi ini dianggap masih kurang representatif sehingga para ahli ekonomi neo-klasik, seperti Lionel Robbins, mengajukan pengertian lain bahwa inti kegiatan ekonomi adalah aspek “pilihan dalam penggunaan sumberdaya”. Dalam pemilihan ini, lanjutnya, manusia menjumpai masalah kelangkaan (scarcity). Dengan demikian, sasaran ilmu ekonomi adalah bagaimana mengatasi kelangkaan itu. Dari situ muncul definisi ilmu ekonomi yang dipegang hingga kini, yaitu “sebuah kajian tentang prilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan-tujuan dan alat-alat pemuas yang terbatas, yang mengundang pilihan dalam penggunaannya”.[2]Ada beberapa titik tekan dari pengertian di atas, prilaku manusia, pilihan dan alat pemuas yang terbatas. Unsur “prilaku manusia” muncul sebagai bagian dari aplikasi naluriah manusia untuk mencari kesejahteraan hidup. Sehingga itu harus diwujudkan melalui aktivitas. Prilaku ini tentu merupakan cerminan dari apa yang ada dalam diri pelakunya, yang berupa kepercayaan, kecenderungan berpikir, tata nilai, pola pikir dan juga ideologi. Term “pilihan” merupakan hal yang wajar pula, sebab manusia punya rasa, idealisme, dan kecenderungan-kecenderungan serta ukuran-ukuran tertentu yang menjadi standar dalam membentuk hidupnya. Pilihan ini juga tergantung pada yang ada dibalik pelakunya. Sedangkan term “alat pemuas yang terbatas” atau kelangkaan sumberdaya, mengandung makna ambigu, bisa ya bisa tidak. Relativity is an attribute of scarcity, menurut Zubair Hasan.[3] Namun dalam konteks bahwa tujuan manusia mencari kekayaan, term tersebut dapat menjadi spirit untuk mendorong manusia mencapai kekayaan dengan secepatnya. Pendek kata term terakhir ini, mengimplikasikan adanya target tertentu yang harus dikejar pelaku ekonomi.Dalam bangunan terminologi di atas, konsep rasionalitas[4] ekonomi itu muncul. Setiap orang yang dapat mencari kesejahteraan hidupnya (kekayaan material) dengan cara melakukan pilihan-pilihan yang tepat bagi diriya, dengan prinsip jangan sampai dia tidak kebagian mendapatkan pilihan itu karena terbatasnya ketersediaan, maka orang tersebut dianggap melakukan tindakan rasional. Dalam lingkup yang lebih khusus, seorang produsen dianggap rasional jika ia dapat mencapai tujuan usahanya (keuntungan) dengan cara melakukan beberapa pilihan strategi, meminimalisasi kapital dan mendapatkan keuntungan maksimum. Demikian juga konsumen, ia dianggap rasional, jika ia dapat memenuhi atau melampaui batas maksimum kepuasannya dari alat-alat pemuas yang terbatas. Oleh karena itu, rasionalitas ekonomi dapat dipahami sebagai tindakan atas dasar kepentingan pribadi untuk mencapai kepuasannya yang bersifat material lantaran kawatir tidak mendapatkan kepuasan itu karena terbatasnya alat atau sumber pemuas.Kepentingan pribadi atau self-interest, menjadi titik tekan disini. Namun, menurut Adam Smith, penekanan pada self-interest itu bukan berarti mengabaikan kepentingan masyarakat. Menurutnya, dengan memaksimalkan self-interest, kepentingan (kesejahteraan) masyarakat dengan sendirinya akan terpenuhi kesejahteraan masyarakat itu. Oleh karena itu, dalam buku-buku ekonomi, term rasionalitas ini dijelaskan bahwa pelaku ekonomi melakukan tindakan rasional jika ia melakukan sesuatu yang sesuai dengan self-interest, dan pada saat yang sama konsisten dengan membuat pilihan-pilihannya dengan tujuan dapat dikuantifikasikan (dihitung untung ruginya) menuju kesejahteraan umum.[5] Meskipun ada tujuan kepentingan umumnya, tetapi itu berangkat dari kepentingan pribadi.[1] Universal (‘a>lamiyyah) berarti berlaku bagi semua manusia tanpa pandang suku, budaya, kulit dan status sosial, sedangkan komprehensif (shumu>liyyah), meliputi semua aspek kehidupan manusia.[2] Diambil dari M. Dawan Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Yogyakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), cetakan pertama, 1999, 5-7.[3] Zubair Hasan, Introduction to Microeconomics, An Islamic Perspective, Malaysia: Prentice Hall, Cet. I, 2006, 1.[4] Term rasionalitas diambil dari bahasa Inggris rationality. Dalam Oxford disebutkan banyak arti ration; dapat menggunakan kekuatannya untuk berpikir, tidak bodoh dan ngawur, ungkapan jelas, mudah dipahami. Dan term rationality merupakan kata bendanya, yang berarti; kualitas perbuatan berpikir atau sesuatu yang dapat diterima akal. Lihat AS Hornby, Oxford Adanced Learner’s Dictionary of Current English, Edisi IV, Inggris: Oxford University Press, 1989, p. 1040.[5] Syed Omar Syed Agil, “Rationality in Economic Theory, A Critical Appraisal”, dalam Readings in Microeconomics, An Islamic Perspective, Sayyid Taher, dkk (editor), Malaysia: Longman, 1992, hal. 32.
Diposting oleh antonpn's blog di 17:42 0 komentar
Label: Islamic Economics
08/03/17
Grounded Dalam Ekonomi Islam METODOLOGI GROUNDED THEORY DALAM PENELITIAN EKONOMI ISLAM[1]PengantarPenelitian-penelitian dalam bidang sosial, terutama bidang ekonomi selama ini lebih banyak menggunakan pendekatan positivistik kuantitatif. Sebagian besar peneliti ekonomi beranggapan bahwa pendekatan ini dianggap lebih canggih, lebih baik dibandingkan dengan pendekatan kualitatif. Sehingga mereka beranggapan bahwa penelitian dengan pendekatan kualitatif tidak obyektif dan diragukan kebenarannya.Namun sejalan dengan waktu serta munculnya ilmu-ilmu baru seperti ekonomi islam maka pendekatan kualitatif memdapatkan tempat tersendiri. Menurut Jensen dalam Dedy (2001) berkembangnya pendekatan kualitatif dipicu oleh dua kondisi.Pertama, dilihat dari sisi internal komunitas ilmiah : banyak pakar yang mempertanyakan kemampuan ekplanasi dari pendekatan empiris konvensional dalam ilmu-ilmu sosial. Ada banyak isu-isu penelitian tidak cukup dimaknai melalui metode positivistik kuantitatif.Kedua, dilihat dari kondisi eksternal komunitas ilmiah : Perkembangan ilmu sering kali berkaitan dengan perubahan dalam bidang sosioekonomi yang lebih luas, sehingga pendekatan kualitatif diperlukan untuk beradaptasi dengan realitas sosial yang baru yang sering kali disebut dengan masyarakat paska industri dan masyarakat informasi. Hal inilah yang kemudian menuntut pencarian teori-teori dan metode-metode baru yang lebih konstektual untuk memahami kompleksitas sosial budaya serta perubahannya.Para peneliti berkeyakinan bahwa metodologi positivistik, tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang ekonomi yang ‘meloncat’ sedemikian rupa karena perubahan realitas sosial diatas, apalagi dalam kajian ekonomi Islam yang dianggap sebagi ilmu yang relatif baru. Harus diakui sebagian teori ekonomi Islam (jika dianggap sudah ada) merupakan produk yang diderivasikan dari ilmu ekonomi konvensional yang sangat dipengaruhi oleh budaya, serta cara pandang masyarakat barat. Oleh karena itu perlu dibangun teori ekonomi Islam yang “truly islamic” yang dibangun dari cara pandang Islam, visi Islam (Haneef, 1997). Oleh karena itu untuk membangun teori ekonomi Islam mustahil dilakukan melalui pendekatan positivistik. Untuk membangun teori ekonomi Islam perlu dilakukan teoritisasi atas data empiris, yang tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar memberi kode angka terhadap simbol-simbol serta dinamika pelaku ekonomi Islam. Penelitian ekonomi Islam ini tidak dapat dilakukan dalam kondisi ‘laboratorium’ serta simulasi yang sangat positivistik.Salah satu metodologi penelitian kualititatif yang cukup populer di ilmu-ilmu sosial (kecuali di bidang ekonomi tentunya) adalah grounded theory. Grounded theory dikembangkan pertama kali oleh Barney Glaser dan Anselm Strauss pada tahun 1960an. Grounded theory merupakan metodologi untuk menciptakan teori secara induktif (Paton, 1990). Glaser dan Strauss dalam tulisannya The Discovery of Grounded Theory (1967) secara khusus mengatakan tujuan grounded theory adalah agar peneliti ilmu-ilmu sosial memiliki kemampuan untuk menciptakan teori (Glaser dalam Douglas, 2004). Menurut Glaser grounded theory adalah teori yang diperolah secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskannya. Karenanya teori ini ditemukan, disusun dan dibuktikan untuk sementara melalui pengumpulan data yang sistematis dan analisis data yang berkenaan dengan fenomena itu (Strauss & Corbin, 2003). Jadi penekananya pada pendekatan sistematis ketika mengumpulkan data, penanganan data serta analisis data.Tulisan kecil ini bertujuan untuk menyumbang sedikit pemikiran tentang penelitian di bidang ekonomi islam melalui metodologi yang grounded theory. Dengan tetap mempertimbangkan aspek kredibilitas penelitian.Penelitian Ekonomi Islam dan Grounded TheoryEkonomi Islam sendiri merupakan implementasi ilmu ekonomi dalam kehidupan riel baik bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah serta sesuai dengan hukum Allah (sunatullah).. Jadi dilihat dari kacamata sosial, riset ekonomi Islam memiliki kesamaan atas obyek yang diteliti. Yaitu adanya aktor (pelaku), perilaku, serta adanya interaksi antar aktor. Yang membedakan adalah adanya ketundukan atas hukum Allah yang terdapat dalam Al Qur’an serta Sunnah Nabi. Apapun jenis riset kualitatif termasuk juga grounded theory tidak boleh mengabaikan peran aktor baik didalam komunitas maupun diluar komunitas yang akan saling mempengaruhi terhadap interaksi aktor tersebut termasuk bagaimana Al Qur’an serta Hadist akan mempengaruhi cara pandang serta tindakan yang dilakukan oleh aktor tersebut.Suatu design penelitian yang digunakan, oleh karena itu harus mampu mengetahui perilaku aktor yang terlibat dari baik cara pandangnya, interprestasinya, dinamikanya serta atribut interaksinya. Grounded theory memiliki keunggulan dalam hal mampu meneliti secara lebih dalam dan detail atas realitas tersebut. Grounded theory mampu mewadahi penelitian ekonomi Islam dalam tingkat lingkup yang kecil (mikro). Penyelidikan dilakukan secara detail dan mendalam, bagaimana aktor-aktor ekonomi berperilaku serta interaksi terhadap lingkungan sangat sesuai dengan metodologi grounded theoryPertanyaan utama yang muncul adalah apakah hasil penelitian grounded theory dapat dipercaya kebenarannya secara ilmiah ? Tafsiran kebenaran itu sendiri berbeda-beda. Positivisme berpendapat bahwa kebenaran sudah ada di sekitar kita, tinggal kita mendapatkannya melalui pengamatan tanpa prasangka. Kebenaran adalah hasil penelitian yang sesuai dengan dunia nyata. Sehingga bagi positivisme, penelitian kuantitatif dianggap lebih obyektif. Sedangkan post positivisme tidak menerima adanya hanya satu kebenaran (Lincoln & Guba dalam Glaser, 2004). Realitas itu tidak hanya satu (single) tetapi multiple realitas, oleh karena itu dalam penelitian kualitatif termasuk grounded theory kebenaran mengandung unsur subyektifitas. Paton (1990) percaya bahwa sifata obyektif dan sifat subyektif tersebut merupakan debat paradigma yang tidak akan habis. Oleh karena itu menurut Breuer & Reichertz (2001) sekalipun mengandung unsur subyektifitas penelitian kualitatif tersebut harus dapat dipercaya dan memenuhi unsur kredibilitas, karena ukuran kebenaran dalam penelitian kualitatif adalah kredibilitas. Kredibilitas dalam penelitian kualitatif diukur dari beberapa aspek yaitu validitas dan reabilitas, generalisasi, transferabilitas serta konfirmabilitas.Tentu saja pemaknaan atas validitas dan reabilitas, generalisasi, transferabilitas serta konfirmabilitas akan berbeda dengan metodologi penelitian positivistik (Bergman & Coxon, 2005). Validitas menunjukkan seberapa benar alat ukur yang digunakan peneliti mengukur apa yang akan diukur oleh peneliti. Dikenal ada dua konsep validitas yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Dalam penelitian dengan metodologi grounded theory, validitas internal menunjukkan konsep yang ada pada peneliti dengan konsep yang ada pada aktor. Untuk meningkatkan validitas internal peneliti dapat menggunakan beberapa cara yaitu : memperpanjang waktu penelitian, mengurangi pengaruh pribadi peneliti dengan aktor, melakukan seleksi terhadap aktor yang akan diteliti (Nasution, 2003). Sedangkan validitas ekternal dalam penelitian dengan metodologi grounded theory berkenaan dengan tingkat aplikasi yaitu hingga sejauh mana hasil penelitian juga diaplikasikan untuk kasus lainnya. Jadi hasil penelitian dengan metodologi grounded theory harus memungkinkan untuk melakukan perbandingan dengan hasil-hasil penelitian lain yang dilakukan oleh peneliti lain (Breuer & Reichertz, 2001). Sehingga dalam validitas eksternal terkandung juga unsur transferabilitas penelitian (Nasution, 2003), sedangkan Lincoln & Guba (dalam Douglas, 2003) menyebutnya dengan istilah generalisasi naturalistik. Oleh karena validitas eksternal tergantung dari sisi pemakai hasil penelitian tersebut maka peneliti tidak dapat menjamin validitas eksternal tersebut, peneliti memandang transferabilitas sebagai suatu kemungkinan. Oleh karena itu peneliti harus memberikan deskripsi yang sangat rinci dan detail bagaimana proses temuan penelitian tersebut. Oleh karena itu tranferabilitas tergantung kepada seberapa besar kesamaan antara situasi penelitian awal dengan situasi dimana akan ditranfer. Peneliti tidak dapat melakukan transfer atas hasil temuan, tetapi hanya menyediakan informasi yang dapat digunakan peneliti lain untuk melakukan penelitian baru. Paton (1990) menyebut hal ini dengan istilah ektrapolasi.Dalam penelitian positivistik reabilitas merupakan syarat bagi validitas. Dengan menggunakan alat ukur yang reabel maka akan diperoleh data yang valid. Akan tetapi sama seperti penelitian kualitatif pada umumnya, alat ukur dalam grounded theory adalah peneliti itu sendiri. Secara teoritis dapat saja digunakan dua atau lebih peneliti agar hasilnya dapat diandalkan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus yang disebut dengan audit trail (Nasution, 2003). Yaitu peneliti melakukan penelusuran kembali atas temuan penelitian terhadap data mentah (catatatan interview, rekaman, catatan observasi dsb) dan catatan analisis, metode rekontruksi dan sintesis, catatan proses, catatan personal serta tahap perkembangan penelitian (Douglas, 2004). Pada proses ini melekat juga komfirmabilitas atas hasil penelitian dan proses metodologi. Dengan demikian sesudah dilakukan audit trail memungkinkan peneliti lain untuk melakukan review atas data yang sudah terkumpul serta melakukan analisis ulang. Atas aspek komfirmabilitas tersebut diatas, maka subyektifitas dalam metodologi grounded theory dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga proses penelitian tersebut dapat memenuhi unsur kredibilitas.Harus diingat bahwa teori-teori ekonomi Islam yang ada selama ini hanya sekedar melakukan Islamisasi atas ilmu ekonomi konvensional, dan belum dibangun atas realitas empiris sebagaimana ilmu ekonomi konvensional dibangun. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang akan melakukan teoritisasi atas data empiris. Sedangkan untuk melakukan teoritisasi atas data paling mudah dilakukan pada wilayah tertentu atau komunitas tertentu yang memiliki ruang lingkup terbatas (mikro) yang kemudian dapat dikembangkan lebih jauh untuk ruang lingkup yang lebih besar (makro). Penelitian atas wilayah atau komunitas tertentu dalam waktu tertentu disebut dengan pendekatan studi kasus. Metodologi grounded theory sangat tepat untuk melakukan penelitian dengan pendekatan studi kasus. Cara grounded theory menangani data serta intreprestasi data sangat pas dan sesuai dengan penelitian studi kasus (Post & Andrews dalam Douglas, 2004). Menurut mereka, sangat bermanfaat sekali jika menggunakan metodologi grounded theory dalam melakukan analisis kasus. Strauss juga mendukung grounded theory dalam melakukan analisis kasus (Strauss & Corbin, 2003). Dengan demikian dapat muncul teori ekonomi islam yang grounded.PenutupTulisan ini sekedar sebagi usulan awal bahwa metodologi grounded theory dapat digunakan sebagai alternatif metodologi dalam penelitian ekonomi khususnya ekonomi Islam terutama ketika teori-teori ekonomi Islam belum dibangun atas realitas empiris. Metodologi ini sangat tepat digunakan untuk melakukan penelitian tentang realitas sosial ekonomi dengan melihat aktivitas, dinamika serta interaksi aktor dengan ruang lingkup terbatas (mikro). Tentu saja hasil penelitian dengan metodologi grounded theory diakui kebenarannya secara ilmiah selama tidak meninggalkan aspek-aspek kredibilitas penelitian yang meliputi aspek validitas dan reabilitas, generalisasi, transferabilitas serta konfirmabilitas










Sholawat Badar
Sholaatullaah salaamullaahalaa Thooha rosuulillaahSholaatullaah salaamullaahalaa Yaasin habiibillaahTawassalna bi Bismillaahwabil Haaadi Rosulillaahwakulli mujaahidin lillaahbi ahlil badri yaa AllaahIlaahi sallimi ummahminal aafaati wannigmahwa min hammin wa min ghummahbi ahlil badri yaa AllaahIlaahi-ghfir wa akrimna binaili mathoolibin minnawadafi masaa-ati 'annabi-ahlil badri yaa Allaah

theme song - Kuasa IlahiYa Allah ya Rohman ya Robbi ya Ilahicurahkan rahmat dan kasihmurahmat dan kasihmuYa Allah, dengarlah pintaku kabulkan doa harapankubarikanlah petunjukMu penuhi hasrat kerinduanku2x
Ya Ilahi, pandanglah kaminiscaya tentram jiwa hatiagarku dapat keridhoanMu tujuan akhir jalan hidupku 2x
Ya Rasul ya Rasulalllah sholawat salam Allah untukmuengkaulah kekasih Allahberikan cercah syafa'atmu ya...ya Rasulallah

"Cinta Rasul"Cinta kami ya Rasul akankah sampai padamurindu kami ya Rasul tak sabar ingin bertemudalam hidup sekejap ini kujunjung tinggi namaMu
Dalam renungan kuteringat padamuselalu bergema sholawat untukmutak terlupakan semua pengorbanan/pengabdiandi jalanmu yang menuju kebenaranbila waktuku datang hasratku dijalanmujalan yang selalu terang jalan lurus yang kutuju 2X
Ya Rasul hadir dalam hijrah hidupkuperjalanan yang berbatu dan berlikumeski gelombang uji coba menghadangAku kan berdiri kukuh dan berjuangbila waktuku datang hasratku dijalanmujalan yang selalu terang jalan lurus yang kutuju 3X=========="Rindu Bertemu" Betapa bahagianya bertemu nabibetapa bahagianya bertemu nabibahagia didunia tiada berartibahagia didunia tiada berarti
Rindu bertemu padamu tak lagi semurindu bertemu padamu tak lagi semubila kucoba meredam semakin nyata bila kucoba meredam semakin nyata
Kumerindukan selalu saat bertemukumerindukan selalu saat bertemudenganmu ya rasulallah sudilah kau habiballah sholawat salam bagimu ya nabiyallah ============="Keagungan Tuhan "Insyaflah wahai manusia jika dirimu bernodadunia hanya naungan tuk makhluq ciptaan Tuhandengan tiada terduga dunia ini kan binasa kita kembali ke asalnya menghadap Tuhan yang Esa
dengan tiada terduga dunia ini kan binasa dengan tiada terduga dunia ini kan binasa kita kembali ke asalnya menghadap Tuhan yang Esa
Siapa selalu mengabdi berbakti pada ilahiSentausa s'lama lamanya didunia dan akhir masa
Dialah Pengasih dan Penyayang kepada semua insanjanganlah ragu atau bimbang pada keagungan Tuhan betapa Maha Besarnya kuasa se alam s'mesta
Siapa selalu mengabdi berbakti pada ilahisentausa s'lama lamanya didunia dan akhir masa







Nurul MushthofaNurul Mushthofa... 2xMala-al Akwan... 2xHabibi (Muhammad... 3x) Khoiril MursalinAllahul-Jalal A'thokal Jamal... 2xYaa Syamsal Kamal Yaa Nurol 'ainKafaka Fadhlan Fil'ulal A'la... 2xDanaa Fatadalla Qoba QousainYaa Allah Yaa Badi' Ballighna Jami'... 2xHadhrotassyafi' KhoiritstsaqolainYaa Khoiro Mu'thi Aushil Sholati... 2xLissirri Dzdzati Nuril Kaunain
Yaa Sayyidi Ya RasulullahYaa Sayyidi Ya RasulullahYaa Man Lahuul Jaah 'indallahInnal Musiii-ina Qod Jaa-ukLiidzanbi YaastaghfirunallaahYa Sayyidar Rusli Yaa ThohirYaa Ghooyatal Qoshdi WasysyaaniSholla 'alaaikal 'Aalil QoodirFi Kulli Waqtin Wa AhyaaniYaa Sayyidar Rusli Yaa Thohir'Abduk 'alaa Baabikum HaaniDaa-im Lima' Rufikum SyaakirFi Kulli Waqtin Wa AhyaaniYaa Ahla Baiti RosulillaahYaa Ahlal Karom Wa Ahlal WafaGhitsu 'ubaidan Qod HafaHa-ir Mudhoyyi'lilma'ad
METODOLOGI PENGAJARAN
ILMU EKONOMI ISLAM:
SEBUAH REFLEKSI KE ARAH PENYUSUNAN KURIKULUM
DAN SILABUS EKONOMI ISLAM
PADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA*

Oleh : Drs. Masyhudi Muqorobin, M.Ec., Akt,**


PENDAHULUAN
Perekonomian global yang sedang dilanda krisis sebagai akibat dari spekulasi mata uang, cenderung mengarah pada resesi atau pun depresi global. Hal ini terlihat dari pengaruh krisis tersebut di hampir semua negara ASEAN dan beberapa negara sekitarnya yang lebih dikenali sebagai “Macan Asia”, dari yang intensiatsnya kecil semisal Singapura hingga yang parah seperti Thailand, Malaysia, Philipina, dan yang paling terpuruk sebagaimana negeri kita tercinta, Indonesia. Berbagai belahan dunia juga telah merasakan pengaruhnya termasuk Cina dan Jepang, meskipun tak begitu kentara, sementara Rusia mengalami kesulitan yang juga tidak kalah serius. Setelah “matinya” sistem sosialisme, tatkala hampir semua negar atelah mempercayakannya pada sistem kapitalisme, kapitalisme mulai menggerogoti dari dalam, menerusi kepincangan yang ditimbulkannya melalui pathologi sosial yang kian parah, seperti pelebaran ketimpangan dalam pembagian kue kesejahteraan, disequilibrium pasar, maupun pemiskinan terhadap sebagian besar anggota masyarakat.[1]
Kegagalan kapitalisme dalam menghadapi problem ekonomi yang ditimbulkan oleh ketidak-adilan atau keazaliman yang inherent dalam sistem tersebut, (seharusnya dapat) memaksa ummat Islam kembali kepada nilai-nilai murni ajaran Islam yang sarat dengan muatan keadilan. Kajian melalui pendekatan etika banyak ditemukan dalam perkembangan sejarah Islam, demikian pula mengenai contoh-contoh empirik tentang perilaku ekonomi umat Islam, sebagaimana banyak ditemukan dalam sejarah mulai dari jaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Persoalannya adalah bagaimana mengetengahkan ekonomi Islam sebagai ilmu atau bahan kajian secara ilmiah dalam format yang berkesesuaian dengan perlembangan ilmu pengetahuan modern, sehingga ilmu ekonomi tersebut juga, pada sisi lain, akan mampu menghasilkan sebuah sistem perekonomian masa depan yang lebih berkeadilan baik dalam konteks Islam maupun kemanusiaan pada umumnya. Makalah ini mencoba memaparkan metodologi pengajaran, sebagai bahan kajian awal guna merancang sebuah sistem pendidikan ekonomi Islam pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FE-UMY), tanpa suatu ambisi untuk menjawab semua permasalahan yang terkait dengn krisis di atas secara langsung.

REFLEKSI SEJARAH
Ekonomi sebagai perilaku, bahkan sebagai sebuah sistem, sudah ada ketika manusia pertama diciptakan dimuka bumi, sesederhana apapun, melalui aspek-aspek konsumsi dan produksi yang dilakukannya. Sedangkan ketika manusia hidup secara sosial, interaksi antar mereka telah menciptakan sistem distribusi sebagai elemen utama yang ketiga dalam sistem ekonomi. Ia menjadi sebuah (ilmu) pengetahuan, ketika manusia mulai merumuskan perangkat ilmiahnya dalam sejumlah kategori ilmu. Disinilah dokumen pertama dalam sejarah ilmu ekonomi konvensional menceriterakan seorang Aristoteles, dalam “Politics”-nya, membuat formulasi “ilmu ekonomi” yang dikenal sebagai “oikonomia”, yang kemudian dikembangkan lagi oleh pemikir Muslim Ibnu Sina dalam “al-‘ilm al-tadbir al-manzili”, membaginya dalam sejumlah kategori.[2] Pemikiran ekonomi berkembang terutama di awal perkembangan Islam, khususnya berkenaan dengan transaksi jual-beli, zakat, perpajakan dan sebagainya menghasilkan sejumlah pemikir kenamaan dari masa-ke masa. Diantara mereka adalah termasuklah keempat imam madzhab, yaitu Imam Ahmad, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’ie, beserta para pengikut dari kalangan mereka. Imam Abu Hanifah bahkan telah mengembangkan model transaksi yang dikenal dengan bai’ al-salam, yaitu transaksi jual-beli dengan pengiriman barang dibelakang, yang pada abad modern dapat diberlakukan pada kasus transaksi pembelian barang yang dipesan (dibuat), namun dengan ketentuan bahwa spesifikasi barang tersebut adalah jelas.
Beberapa nama lain seperti Ibnu Taymiyyah,[3] yang menulis buku tentang al-Hisbah (pengendalian perekonomian), yang juga memuat masalah price control, penetuan profit yang reasonable, pembatasan praktek monopoli/monopsoni dan oligopoli/oligopsoni, maupun pemikiran ekonomi yang humanistik. Ibnu Khaldun juga seorang pemikir besar dalm kategori ilmu-ilmu sosial termasuk ekonomi (meskipun ia baru disebut ilmu ekonomi sekitar dua abad terakhir ini), yang pandangan sosiologisnya mendahului Auguste Compte, banyak membahas tentang masalah penerapan nilai etika dalam (ilmu) ekonomi, theori permintaan dan penawaran, konsumsi, produksi maupun distribusi, dan sebagainya.[4]
Akan tetapi pergeseran peradaban dari Islam ke Barat, dengan pusat kekuatannya di Spanyol telah menjadikan ilmu dan sistem ekonomi kehilangan kekuatan etika moral, melalui proses sekularisasi yang didahului oleh sebuah momentum yang dikenali sebagai renaissance atau “pencerahan”. Adam Smith adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam “melepaskan moralitas sosial untuk mendapatkan ekonomi”[5] oleh karenanya divergensi dalam pemikiran ekonomi dan prakteknya antara Islam dengan materialisme sebagai cikal-bakal kapitalisme dan sosialisme tak terelakkan, sehingga masing-masing menyusun paradigmanya sendiri. Dengan demikian, adalah cukup pantas untuk dinyatakan bahwa ilmu (dan juga sistem) ekonomi modern tersebut telah menyimpang dari (departed from) ilmu (dan sistem) ekonomi Islam.
Penguatan sistem-sistem ekonomi dalam filsafat materialisme yang melahirkan kedua sistem (sosialisme dan kapitalisme) tersebut semakin tampak, sehingga penyimpangannya dari sistem Islam juga terlihat secara nyata dari kerusakan yang yang ditimbulkannya. Dengan demikian adalah tugas manusia, khususnya ummat Islam, untuk mengembalikan ilmu ekonomi, beserta seluruh perangkatnya, secara gradual agar mengarah pada konvergensi kembali dengan ajaran Islam.

METODOLOGI ILMU EKONOMI ISLAM
Bila metodologi dalam ilmu ekonomi konvensional yang kita kenal di abad modern ini hadir dan memperoleh pengukuhannya setelah relatif mapannya perkembangan ilmu ekonomi itu sendiri, sehingga keberadaan metodologi menjadi alat justifikasi untuk membenarkan keberadaan ilmu ekonomi berikut fakta empiriknya, sebaliknya metodologi dalam ilmu ekonomi Islam dibangun terlebih dahulu.[6] Oleh karena itu, dalam kasus konvensional, perubahan yang bersifat metodologis adalah sah, disebabkan kemungkinan perubahan praktek-praktek ekonomi. Sementara kekukuhan metodologi dalam ilmu-ilmu Islam (Shari’ah) menghasilkan kekukuhan nilai-nilai etika Islam dalam perkembangan ilmu termasuk ilmu ekonomi. Perubahan situasi masyarakat dapat menyebabkan perubahan pada peringkat teori, namun bukan metodologinya.
Metodologi ilmu ekonomi Islam terangkum dalam pemikiran ushul al-fiqh, yang secara teoretik menghasilkan fiqh dengan merangkumi fiqh mu’amalah. Metodologi tersebut memiliki pendekatan reasoning yang hampir sama seperti dikenal dalam metodologi sekular melalui penalaran deduksi dan induksinya. Kalangan Madzhab Shafi’ie dan mutakallimun (termasuk kalangan Mu’tazilah) lebih banyak mempergunakan landasan teoretik dan filosofis, sebagai standar dalam penyajian solusi atas persoalan yang ditemukan dalam masyarakat. Berdasarkan madzhabnya, pendekatan ini dinamakan Ushul al-Shafi’iyyah atau Tariqah al-Mutakallimun. Pada sisi lain, para ulama lain, khususnya madzhab Hanafi, mengembangkan apa yang kemudian disebut Ushul al-Hanafiyyah atau Tariqah al-Fuqaha, yang hampir sepenuhnya menggunakan pendekatan penalaran deduktif dengan memformulasikan doktrin teoretis yang sesuai dengan permasalahan sosial yang berkembang.[7] Pembahasan lebih mendalam untuk permasalahan tersebut sejauh ini lebih banyak dijumpai dalam materi Fiqh atau Shari’ah.

PERLUNYA MATEMATIKA DAN INFERENSI STATISTIK
Karena suatu teori banyak menyandarkan pada penemuan empirik di lapangan, maka pemakaian alat analisa statistik dan ekonometrik juga merupakan sebuah keniscayaan dalam ilmu ekonomi Islam. Sebagai contoh dalam sistem Islam dengan profit-loss sharing (PLS), produksi adalah suatu combined effort antara pemilik modal dan pekerja, maka profit tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal, melainkan juga oleh para pekerja, dengan demikian sekaligus juga memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Secara fungsional hal ini dapat digambarkan dengan matematika dan ekonometrik sederhana sebagai:[8]

Q = f ( P, W) (1)
Q = P + W (2)

dimana Q dapat dianggap sebagai net value added atau output, P adalah laba, dan W mewakili kepentingan pekerja, sebagai upah minimum. Oleh karena laba dibagi antara para pemilik modal dan pekerja, maka P terdiri atas a P dan (1-a) P untuk masing-masing, sehingga

Q = a P + (1-a) P + W (3)

Bila upah pekerja yang berlaku di bursa tenaga kerja adalah U, di atas upah minimum, maka kelebihan upah di pasaran terhadap upah minimum adalah (U-W), dengan demikian untuk menyesuaikan dengan upah di pasaran, persamaan (3) dapat diubah menjadi:

Q = a P + (1-a) P – U + W + U
Q = a P + [(1-a) P – (U – W)] + U (4)

Misal, [(1-a) P – (U – W)] diganti dengan B (bonus), dengan pemahaman bahwa manajemen melaksanakan keadilan dengan membagi hak-hak para pekerja tanpa kesulitan menjelaskan kepada mereka dengan perhitungan yang rumit, maka diperoleh

Q = a P + B + U (5)

a P menjadi bagian dari laba yang diperoleh para pemilik modal dan dapat dibagi dalam bentuk dividen, sedang (B + U) menjadi bagian para pekerja yang terdiri dari upah yang berlaku di pasar tenaga kerja dan bonus yang diperolehnya. Regresi ekonometrik dapat dilakukan dengan memilih persamaan yang relevan dengan data empirik yang diperoleh di lapangan, misalnya dari persamaan (3) atau (5).

Q = b0 + b1P + b2B + b3U + e, P > 0, B > 0, U > 0 (6)
dengan e adalah error.
Untuk keperluan teoretisasi, seperangkat asumsi dapat dibangun sebagai landasan untuk menyusun seperangkat teori. Asumsi-asumsi tersebut berasal dari bangunan Shari’ah, pada satu sisi, yang dapat dikategorikan sebagai elemen yang “tidak berubah” secara prinsip, misalnya aplikasi zakat pada investasi, tiadanya unsur exploitasi (dhulm), ketidak-pastian (gharar), dan sebagainya, dan pada sisi lain juga berasal dari hal-hal yang bersifat tabi’ie yang dapat berubah berdasarkan pengalaman empirik.

METODOLOGI PENGAJARAN ILMU EKONOMI ISLAM
Dalam rangka mensosialisaikan ilmu ekonomi Islam kepada masyarakat, ada prasyarat atau asumsi yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu bahwa kepercayaan akan keberadaan sistem ekonomi Islam adalah mutlak diperlukan, dan bahwa kehadiran ilmu ekonomi untuk menjelaskan keberadaan sistem tersebut sudah tidak dipertanyakan lagi, minimal oleh ummat Islam. Masyhudi[9] mencatat dua strategi dasar yang perlu dikembangkan, sebagaimana sosialisasi pendekatan konvensional, yaitu melalui dunia akademik dan praktek empirik.
Strategi tersebut dapat dikembangkan secara integratif melalui sebuah proses Islamisasi ilmu ekonomi dengan langkah-langkah secara sistematis, sebagaimana telah dianjurkan oleh sejumlah kalangan termasuk International Institute of Islamic Thought (IIIT).[10] Gambar 1 menunjukkan langkah-langkah yang mungkin (atau bahkan harus) ditempuh dalam proses Islamisasi ilmu ekonomi, yang hendak diajarkan, khususnya melalui dunia akademik. Penguasaan ilmu-ilmu alat berupa ilmu-ilmu Shari’ah merupakan kebutuhan mutlak dalam sistem proses ini. Kelemahan bagi dalam hal ini dapat meyebabkan kekeliruan dalam memberikan interpretasi atau bahkan menjustifikasi praktek-praktek yang menyimpang dari ajaran Islam. Namun bukan berarti ummat kita dilarang sama sekali, oleh karenanya usaha harendaknya tetap dilakukan. Langkah kedua adalah penguasaan teori-teori dalam ilmu ekonomi, yang merupakan prasyarat dalam memahami ilmu ekonomi konvensioanl, sehingga dapat negetahui kelemahannya maupun kelebihannya untuk dapat diidentifikasi dalam rangka Islamisasi. Langkah berikutnya adalah menganalisa melalui kombinasi metoda sebagaimana telah didiskusikan di atas untuk memperoleh hasil sintesa ilmu ekonomi yang sarat dengan muatan nilai-nilai Islam.

PENERAPAN NILAI KE DALAM KURIKULUM DAN SILABI
Secara langsung kita mendiskusikan kemungkinan proses tersebut dilaksanakan. Terdapat setidaknya dua skenario untuk melaksanakan proses peng-Islaman ilmu ekonomi melalui proses belajar-mengajar di bangku perguruan tinggi. Pertama, ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki penguasaan kedua faktor (ilmu alat dan ilmu ekonomi konvensioanl) cukup memadai, dan kedua prasyarat ini tidak atau belum terpenuhi. Tulisan ini mengambil skenario yang kedua sesuai dengan situasi dan kondisi serta keterbatasan Fakultas Ekonomi UMY.







Gambar 1
Langkah-langkah dalam Islamisasi Ilmu Ekonomi


Penguasaan
ilmu-ilmu alat seperti
Shar’iah, Fiqh, dsb., dalam
Rangka memahami nilai-
nilai Islam


Penguasaan terhadap ilmu
Ekonomi konvensional


Sintesa ilmu ekonomi
yang sarat dengan muatan
nilai-nilai Islam




Juga terdapat setidaknya dua kemungkinan dalam skenario yang kedua. Pertama berdasar pada kuantitas materi (mata kuliah), sehingga tanpa mengubah jumlah satuan kredit semester (SKS) dalam keseluruhan program, cara ini hanya dapat ditempuh dengan mengurangi porsi mata kuliah ekonomi konvensional untuk menambah materi ke-Islaman, atau keharusan mengurangi muatan nasional dalam rangka menambah muatan lokal.
Pilihan terbaik adalah kemungkinan kedua yaitu berdasar kualitas materi (mata kuliah), yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan muatan ke-Islaman ke dalam materi konvensional, dan pada sisi lain, memasukkan elemen-elemen pengajaran ekonomi berikut aspek rasionalitasnya ke dalam materi ke-Islaman dan/atau ke-Muhammadiyahan. Cara ini dapat pula dipandang sebagai “win-win” method, tanpa mengurangi kuantitas kedua kurikulum (nasional dan lokal) yang dibebankan kepada mahasiswa. Alternatif kedua ini mengharuskan SDM (dalam hal ini staf pengajar) untuk mendekati skenario pertama, yaitu dengan memacu diri untuk lebih memahami ilmu-ilmu alat, seperti bahasa Arab, ilmu Shari’ah, Fiqh, dan sebagainya. Apabila upaya ini agak susah dilakukan, sebagai gantinya, dapat ditempuh dengan cara shortcut, yaitu dengan mempelajari langsung tulisan-tulisan tentang ilmu ekonomi Islam, khususnya yang berbahasa Inggris karena kualitasnya secara relatif lebih baik.


Gambar 2
Penerapan Nilai-nilai Islam ke dalam Mata Kuliah (MK)

MK sebagai sebuah entitas mandiri

1. topik pembahasan I
2. topik pembahasan II
3. topik pembahasan III
Nilai-Nilai Islam
4. topik pembahasan IV
5. topik pembahasan V

6. topik pembahasan VI

7. topik pembahasan VII





PENERAPAN NILAI KE DALAM MATERI (MATA KULIAH)
Berdasarkan keterbatasan jumlah materi dalam kurikulum lokal yang dibenarkan, maka Fakultas perlu mencari modus yang paling layak untuk memasukkan nilai-nilai ke-Islaman tersebut ke dalam materi-materi atau mata kuliah (MK) yang tergabung dalam kelompok kurikulum nasional, tanpa mengurangi jumlah materi sehingga tujuan umum secara nasional tentang pemahaman ilmu ekonomi tetap tercapai, dan tanpa menambah beban SKS yang mungkin akan memberatkan mahasiswa. Caranya bukan dengan menyisipkan suatu topik pembahasan tersendiri ke dalam MK yang bersangkutan, karena hal ini akan mengurangi jumlah topik pembahasan dalam setiap MK yang disampaikan, melainkan dengan mendekati setiap topik pembahasan dengan pendekatan Islam. Gambar 2 menunjukkan metoda memasukkan nilai-nilai Islam tersebut.
Sejumlah strategi yang mendukung penerapan nilai Islam ke dalam mata kuliah, atau lebih tepatnya proses Islamisasi ekonomi melalui mata kuliah, dapat dilakukan misalnya dengan memberikan tugas-tugas tertentu sebagai berikut:
1. Penugasan dalam bentuk membaca tulisan-tulisan ekonomi Islam dengan memperbandingkannya dengan yang konvensional. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa melaksanakannya adalah dengan cara spot test, atau melalui tanya jawab ringan 5 – 10 menit sebelum mulai kuliah.
2. Penugasan dalam bentuk paper dan/atau presentasi, baik perorangan atau kelompok. Penugasan seperti ini dapat dilakukan satu atau dua kali dalam satu semester tergantung kebutuhan dan keterbatasan. Caranya melalui:
a. Telaah terhadap ayat-ayat al-Qur’an atau al-Hadits yang berkaitan dengan masalah ekonomi secara teoretik, bila perlu disertai dengan penjelasan grafik, penjelasan matematis, dan sebagainya;
b. Telaah beberapa pandangan ulama tradisional yang dijumpai dalam sejarah Islam secara teoretik melalui ilmu ekonomi konvensional;
c. Telaah terhadap artikel atau bab dalam buku ekonomi Islam; dan
d. Komentar atas buku konvensional dengan memakai kacamata Islam;

Guna memenuhi target-target yang dkehendaki, maka ketersediaan literatur ilmu ekonomi Islam adalah mutlak diperlukan. Oleh karenanya setiap mata kuliah yang diajarkan hendaknya disertai referensi buku-buku atau tulisan lain yang relevan untuk mendampingi referensi yang bersifat konvensional. Demikian pula mahasiswa diminta untuk memiliki paling tidak satu buku bagi setiap MK.

PENUTUP
Pada dasarnya sistem ekonomi Islam amat diperlukan sebagai alternatif terhadap sistem kapitalisme (maupun sosialisme) yang ada yang telah menunjukkan kian parahnya ekses negatif yang diderita masyarakat sebagai akibat ketergantungannya pada sistem tersebut. Sejalan dengan itu pengembangan ilmu ekonomi Islam guna mencapai sebuah sistenm ekonomi yang lebih Islami, lebih berkeadilan dan berperi-kemanusiaan, adalah bersifat imperatif. Sistem dan ilmu ekonomi Islam tidak hanya bermanfaat bagi ummat Islam saja, melainkan juga bagi seluruh ummt manusia di muka bumi, karena sistem tersebut dalam sejarahnya, dan juga pada praktik-praktik yang terjadi di beberapa negara, cukup rasional dan mendatangkan keuntungan yang lebih tinggi kepada semua fihak, dengan effisiensi yang relatif lebih tinggi, dengan adanya eliminasi terhadap berbagai unsur eksploitasi (riba) dan ketidak-pastian (gharar).
Guna mencapai tujuan tersebut, perlu sosialisasi ilmu, dalam rangka pembentukan sistem, ekonomi Islam melalui jalur pendidikan secara lebih sistematis dengan pendekatan metodologis yang sesuai. Pemahaman metodologi ilmu ekonomi Islam menjadi prasyarat bagi tujuan yang dikehendaki, sekaligus memberikan fasilitas terhadap upaya pengajaran. Dalam rangka itulah Fakultas Ekonomi UMY melancarkan program pengembangan fakultas melalui program studi ilmu ekonomi dengan konsentrasi ilmu ekonomi Islam. Metoda yang ditempuh lebih mengacu pada pertimbangan faktor kualitas (dari pada kuantitas) materi dalam kurikulum, sebagaimana yang diberlakukan secara nasional dengan tetap mengakomodasi kepentingan kurikulum lokal. Oleh karenanya, metoda “Islamisasi” yaitu dengan menerapkan atau meyerapkan nilai-nilai Islam kedalam setiap materi yang ditawarkan, diharapkan akan lebih relevan serta tidak menimbulkan “kekagetan” selama berlangsungnya proses belajar-mengajar. Wallahu a’lam bish-shawab.



* Disampaikan dalam forum diskusi pengembangan ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi UMY, dihadapan Tim “Divisi Pengembangan Ekonomi Islam” dan seluruh staf akademik FE-UMY pada tanggal 15 September 1998.
** Dosen Fakultas Ekonomi UMY, kandidat Ph.D. dalam ilmu ekonomi Islam pada International Islamic University Malaysia (IIUM).
[1] Lihat Drs. H. Masyhudi Muqorobin, Akt., “Ekonomi Islam dan Sosialisasinya melalui Jalur Pendidikan, ”Utilitas” (Jurnal Fakultas Ekonomi UMY), ed. 2 tahun II, Juni 1994, halaman 11.
[2] Masyhudi Muqorobin “Beberapa Persoalan Metodologis dalam Ilmu Ekonomi: Antara Sekular dan Islam,” Universal: Jurnal Pemikiran Alternatif (PB HMI), halaman 26.
[3] Al-Syaikh al-Imam Ibn Taymiyyah, Public Duties in Islam: the Institution of Hisba, trans. By Muhtar Holland, The Islamic Foundation, Leicester, 1982/1402.
[4] Lebih jelasnya lihat Masyhudi Muqorobin, “Ekonomi Islam” Ibid, hal. 16.
[5] Adam Smith’s Mistake, sebuah tulisan Kenneth Lux memaparkan “dosa sejarah” yang dilakukan oleh Adam Smith, seorang filsuf moral yang yang mengubah jalan hidupnya menuju jalan lain yaitu pemikir ekonomi. Lihat tulisan Zubair Hasan tentang hal ini pada “Economic Development in Islamic Perspective: Concept, Objective, and Some Issues,” Journal of Islamic Economics, vol. 1 (1995), utamanya pada halaman 94-97.

[6] Lihat Drs. Masyhudi Muqorobin, “Beberapa Persoalan Metodologis” ibid, hal. 29.

[7] Banyak ulama fiqh membeberkan pemikiran tersebut, termasuk Muahmmad Hashim Kamali Principles of Islamic Jurisprudence, Pelanduk Publications, Selangor, 1989, hal. 9-12.
[8] Dikembangkan dari Zubair Hasan, “Distributional Equity in Islam,” in. Munawar Iqbal (ed.), Distributive Justice and Need Fulfilment in an Islamic Economy. Islamabad: International Islamic University Islamabad, halaman 35-62.
[9] Drs. Masyhudi M., “Ekonomi Islam” Ibid, hal. 17-18.
[10] International Institute of Islamic Thought (IIIT), Islamization of knowledge: general principles and work plan, International Islamic Publishing House, Riyadh, 1401/1981.
Yogyakarta, 25 Juli 2007
No : 01/B/JMME/Pan-PMB/2007
Hal : Permohonan bantuan dana
Lampiran : Satu bendel proposal

Yth. Bapak………..
di FE UGM

Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita hingga saat ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Sehubungan dengan akan adanya AMT (Achievement Motivation Training) dalam kegiatan SALAMMI (Salam Sapa Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi) nanti, maka kami berniat untuk menghadirkan pembicara Dr. Adhyaksa Dault, M.Si. pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 16 Agustus 2008
Waktu : 07.30-12.00 WIB.

Acara ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak agar dapat berlangsung sesuai harapan. Besar harapan kami Bapak bersedia memberi dukungan dana demi suksesnya acara ini. Atas perhatian dan dukungannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ketua JMME FE UGM, Ketua Panitia,


Imam Fauzy Adhitya Rangga Yoga
NIM : 05/15730/EK NIM : 05/16008/EK
PROPOSAL
J M M E E V E N T D A N S A L A M M I







SEKRETARIAT
MUSHOLA AL-BANA LANTAI III, FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UGM, YOGYAKARTA 55281
TELEPON (0274) 548510-15 PESAWAT 258




FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2008


PROPOSAL
JMME EVENT DAN SALAMMI

A. Pendahuluan
Tidak terasa tahun telah berganti. FEB akan kembali menerima civitas barunya. Semangat dan kebahagiaan terpancar dari mata para civitas muda karena mereka akan menjadi bagian dari keluarga besar FEB. Tentunya sebagai tuan rumah yang baik, sudah sepantasnya kita menyambut mereka dengan suasana yang hangat dan menyenangkan. Seperti kata pepatah yang mengatakan bahwa kesan pertama itu begitu penting maka kami selaku Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi ingin turut serta dalam menyambut adik-adik muslim FEB.
Para calon mahasiswa baru ini masih wangi dengan aroma masa SMA. Senyum dan sikap yang manja nan manis masih terlihat. Namun, langkah kaki mereka yang selalu semangat seakan mengisyaratkan mereka siap menghadapi tahap baru dalam hidupnya. Siap menginjakkan kaki sebagai manusia dewasa yang mandiri bukan lagi remaja. Fase inilah yang sangat menyita perhatian mereka. Fase yang didominasi oleh jiwa-jiwa muda yang labil. Jiwa-jiwa muda yang banyak dikatakan sedang mencari jati diri. Sebagian dari mereka membuka selebar-lebarnya terhadap lingkungan baru seakan siap menerima semua yang ada. Sebagian lagi menutup diri dan berhati-hati terhadap lingkungan baru.
Islam sebagai agama yang sempurna tentunya menyediakan semua solusi semua masalah-masalah tersebut di atas. Oleh karena itu, kembali pada Islam sekiranya merupakan suatu pilihan yang terbaik. Atas dasar itulah acara penyambutan mahasiswa baru Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi 2008 ini diharapkan mampu memberi pemahaman pada mahasiswa baru khususnya mahasiswa muslim bahwa kembali pada Islam adalah suatu langkah yang harus ditempuh dalam menapaki dinamika kehidupan mahasiswa.

B. Dasar Pemikiran
1. Firman Allah SWT
1.1. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran : 104)
1.2. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…….. (QS. Ali Imran : 110)
1.3. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr : 18)
1.4. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash Shaff : 4)
2. Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi FEB UGM.
3. Program kerja kepengurusan Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi FEB UGM.

C. Nama Kegiatan
JMME Event dan SALAMMI

D. Tema Kegiatan
Kebangkitan Nasional
Allah SWT telah memberikan kenikmatan tak terkira kepada bangsa Indonesia berupa kebangkitan nasional. Kini genap seratus tahun kebangkitan nasional itu. Rasa syukur seakan tidak pantas bila hanya diucapkan dengan lisan dan perayaan tiada manfaat. Sebagai hamba Allah SWT sudah semestinya mengisi kebangkitan tersebut dengan pemikiran, ucapan, dan tindakan yang berlandaskan Islam sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang dapat dipercaya dan dibanggakan.

E. Tujuan Kegiatan
1. Menegaskan kembali bahwa Islam adalah way of life.
2. Menanamkan ideologi yang benar.
3. Menyadarkan mahasiswa baru akan orientasi hidupnya.
4. Memberikan bekal kepada mahasiswa baru dalam menghadapi kehidupan dunia kampus.
5. Mengenalkan dan mencitrakan JMME-SEF

F. Target
1. Mahasiswa baru memahami kembali bawa Islam adalah way of life.
2. Mahasiswa baru memahami dan dapat menanamkan pada dirinya tentang ideologi yang benar.
3. Mahasiswa baru menemukan visi dan misi hidupnya.
4. Mahasiswa baru mendapatkan bekal yang memadai dalam menghadapi tantangan-tantangan yang telah menanti sebagai mahasiwa FEB UGM.
5. Mahasiswa mengenal dan memahami JMME dan SEF sebagai salah satu organisasi mahasiswa yang ada di FEB.

G. Sasaran
Mahasiswa muslim baru FEB UGM.

H. Tempat dan Tanggal Kegiatan
No.
Kegiatan
Tempat
Tanggal
1.
Stand Maba
GSP
25 Juni 2008
2.
AMT dan Pembekalan
Plaza FEB UGM
Sabtu, 16 Agustus 2008


I. Bentuk Kegiatan
Terlampir

J. Susunan Panitia
Terlampir

K. Anggaran Dana
Terlampir

L. Penutup
Demikianlah usulan kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru SALAMMI 2008 Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi FEB UGM. Semoga kegiatan ini memberikan manfaat bagi kita semua dan bagi perbaikan bangsa. Satu langkah ini kelak akan diikuti oleh langkah-langkah selanjutnya yang akan mengantarkan kita semua menuju asa dan harapan. Akhirnya kami berharap pihak yang berwenang menyetujui dan mendukung kegiatan yang akan kami laksanakan.
Sesungguhnya setiap amal saleh kepada Allah akan menumbuhkan balasan serupa dengan tumbuhnya sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir dan tiap-tiap bulir itu berisi seratus biji. Demikianlah Alah memberi balasan kepada orang yang menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah.

Lampiran 1
Bentuk Kegiatan
Penyambutan Mahasiswa Baru SALAMMI 2008

A. Pengadaan Stand
Stand Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi adalah salah satu bagian instrumen sosialisasi JMME bagi mahasiswa baru di samping memberikan pelayanan informasi seputar FEB UGM, bagaimana gambaran berkuliah di Yogyakarta, informasi seputar kost di Yogyakarta, dan informasi-informasi yang dibutuhkan lainnya.
Stand merupakan sarana positif untuk melakukan pengenalan kepada mahasiswa baru, apalagi dengan berbagai pelayanan dan info-info, pelayanan seperti tempat istirahat dan batuan informasi tentunya akan membantu sekali bagi mereka, terutama saat registrasi yang melelahkan. Mahasiswa baru yang masih awam dengan dunia kampus dan masih asing dengan suasana di Yogyakarta, akan sangat terbantu dengan adanya stand ini. Selain itu, stand ini juga menjadi pusat riset kami untuk mengetahui potensi mahasiswa baru angkatan 2008.
Dari segi teknis, kami mendesain stand ini dengan suasana yang nyaman. Kami ingin menunjukan bagaimana Islam menyambut tamu-tamunya dengan hangat dan ramah seperti halnya sambutan orang-orang kepada saudara-saudaranya. Dengan keramahan dan kenyaman yang ada di stand kami, mahasiswa baru akan tertarik untuk mengunjunginya.
Stand akan dibuat pada dua agenda penerimaan mahasiswa baru UGM, yaitu, registrasi ulang UM UGM dan SPMB.
a. Registrasi ulang UM UGM
Registrasi ulang mahasiswa baru UGM yang berhasil masuk melalui jalur UM UGM, dilaksanakan di Grha Sabha Pramana pada tanggal 25 Juni 2008.
b. Registrasi ulang SPMB.

B. AMT dan Pembekalan
Inilah acara puncak dari rangkaian acara Penyambutan Mahasiswa Baru JMME. Acara ini Insya Allah diselenggarakan dengan rincian sebagai berikut :
Hari, tanggal : Sabtu, 16 Agustus 2008
Tempat : Plaza FEB UGM
Waktu : Pukul 07.30 s.d. 12.00 WIB
Tema besar acara ini adalah “Bangkitkan Diri dengan Visi dan Misi Sejati”. Tema ini kami angkat dengan alasan bahwa setiap muslim akan bisa bangkit apabila dia memiliki visi dan misi yang benar, sebagaimana dituntunkan dalam syariat Islam. Oleh karena itu, sebagai seorang mahasiswa muslim hendaknya senantiasa berjuang di berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang akademik, serta selalu meluruskan niat untuk mengamalkan perjuangan tersebut hanya karena Allah. Dengan visi dan misi yang benar itulah kaum muslimin akan dapat menggapai kembali kejayaannya.
Acara ini terbagi menjadi dua sesi. Sesi yang pertama adalah Achievement Motivation Training (AMT). Pada sesi ini mahasiswa baru akan mendapatkan motivasi yang akan memicu semangat mereka untuk berjuang dalam mengukir prestasi di berbagai bidang serta meluruskan niat perjuangan tersebut sesuai dengan tuntunan Islam. Sesi ini Insya Allah akan dibawakan oleh Dr. Adhyaksa Dault, M.Si. (Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia).
Sesi yang kedua yaitu Pembekalan, yang Insya Allah akan dibawakan oleh Salim A. Fillah (penulis buku Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim). Dalam sesi ini akan dipaparkan mengenai segala sesuatu yang harus dipersiapkan oleh mahasiswa baru untuk menjalani kehidupan baru mereka sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM sehingga diharapkan mereka akan mampu menggapai keberhasilan dan membawa Islam ke puncak kejayaan.

C. Pemberian Souvenir
Souvenir ini berupa stiker. Insya Allah souvenir ini akan dibagikan pada acara AMT dan Pembekalan. Tujuan dari acara ini adalah :
1. Membentuk atmosfer Islami di lingkungan mahasiswa baru FEB.
2. Meningkatkan semangat keislaman mahasiswa baru.
3. Sosialisasi informal mengenai eksistensi dan pencitraan JMME sebagai organisasi da’wah di FEB UGM.













Lampiran 2
Susunan Panitia
Penyambutan Mahasiswa Baru 2008
SALAMMI JMME FEB UGM

Pelindung
Allah SWT

Pembimbing
Dekan FEB UGM
Dr. Lincolin Arsyad, M.Sc.

Penasehat
Wakil Dekan III FEB UGM
Dra. Sari Winahjoe S., M.B.A

Penanggung Jawab
Ketua Umum Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi FEB UGM
Wikantioso (06/16352/EK)

Panitia Kegiatan
Ketua Panitia : Nova Kurniawan (07/16508/EK)
Sekretaris : Ema Nur Azizah Ma’sum (07/16765/EK)
Bendahara : Rina Indarwati (0716701/EK)
Dana Usaha : Dewi Wulansari (07/16803/EK)
Pubdok : Rysanti Windasari (07/16793/EK)
Perlengkapan : Arief Setyo Widodo (07/16781/EK)
Konsumsi : Eli Arnitawati (07/16690/EK)

Koordinator Acara
Stand : Eka Widyaputri (07/16725/EK)
AMT dan Pembekalan : Muhammad Fajar (07/16666/EK)
Souvenir : Agung Rahmanto (07/16783/EK)




Lampiran 3
Anggaran Dana
Rencana Pengeluaran
1 Kesekretariatan
a Pembuatan Proposal Kegiatan Rp 5.000,00
b Pengiriman Proposal Kegiatan Rp 20.000,00
c Pembuatan Proposal Sponsorship
15 proposal @ Rp 5.000,00 Rp 75.000,00
d Fotokopi Undangan
300 lembar @ Rp 75,00 Rp 22.500,00
e Pulsa Rp 100.000,00
Sub total Rp 222.500,00

2 Logistik
a Co-card
30 buah @ Rp 2.500,00 Rp 75.000,00
b Spanduk kegiatan
spanduk 3 x 1 meter Rp 75.000,00
c Banner Rp 100.000,00
d Souvenir stiker 240 buah Rp 80.000,00
Sub total Rp 330.000,00

3 Publikasi dan Dokumentasi
a Publikasi Rp 20.000,00
b Dokumentasi seluruh acara
(1) Foto Rp 30.000,00
(2) Transfer CD Rp 10.000,00
Sub total Rp 60.000,00

4 Stand
a Snack 50 @ Rp 2000,00 Rp 100.000,00
b Dana cadangan Rp 37.500,00
Sub total Rp 137.500,00

5 AMT dan Pembekalan
Pembicara Rp. 2.100.000,00
Nasyid Rp 500.000,00
Konsumsi Rp 400.000,00
Setting dan background Rp 100.000,00
Viewer Rp 200.000,00
Sound system Rp 400.000,00
HT Rp 150.000,00
Akomodasi Rp 100.000,00
Sub total Rp 3.950.000,00


Total Pengeluaran Rp 4.700.000,00
























PROPOSAL SPONSORSHIP
PENYAMBUTAN MAHASISWA BARU TAHUN 2008
JAMAAH MAHASISWA MUSLIM EKONOMI FEB UGM

Penawaran Kerjasama
Penerimaan mahasiswa baru merupakan agenda tahunan Universitas Gadjah Mada, oleh karena itu JMME akan mengadakan acara penyambutan mahasiswa baru khususnya mahasiswa muslim 2008 sebagai bentuk kepedulian kami terhadap adik-adik kami. Acara ini kami beri nama Salam Sapa Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi (SALAMMI).
Pada kesempatan ini panitia mengajak Anda untuk meraih fadhilah dan limpahan pahala-Nya dengan bekerjasama dan berpartisipasi dalam rangkaian acara yang digelar selama kegiatan penyambutan mahasiswa baru. Panitia mengajak Anda bekerjasama dan berpartisipasi melalui paket promosi dengan cara menyantumkan logo/produk dari perusahaan atau instansi Anda dalam acara yang diselenggarakan panitia.
Panitia menyediakan beberapa paket promosi yang dapat dipilih oleh sponsor, sesuai dengan besarnya keinginan sponsor untuk berpartisipasi dalam kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru JMME 2008. Paket promosi yang disediakan panitia meliputi :
1. Sponsor Tipe A
2. Sponsor Tipe B
3. Sponsor Tipe C
4. Sponsor Tipe D
5. Sponsor Tipe E
6. Sponsor Alternatif

Alasan untuk Berpartisipasi
Media promosi ini bermanfaat untuk menaikan citra produk dari perusahaan atau instansi yang ikut serta dalam acara-acara yang digelar oleh panitia penyambutan mahasiswa baru JMME, karena :
Kegiatan ini merupakan kegiatan kemahasiswaan yang bersifat sosial dan religius tetapi memiliki prospek marketing yang luar biasa dengan kos yang kecil.
Mahasiswa UGM terutama mahasiswa FEB adalah putra-putri generasi terbaik bangsa yang merupakan pembangun bangsa di masa depan. Jika anda berpartisipasi dalam kegiatan ini, itu menandakan kepedulian Anda terhadap nasib bangsa, terutama jika dilihat dari kondisi bangsa saat ini yang sangat memprihatinkan.
Anda akan memperoleh kesempatan baik untuk membentuk brand/company image yang positif di kalangan masyarakat kampus FEB UGM.
Selain dari segi kuantitas yang tidak sedikit dan tentu menjanjikan, mahasiswa FEB UGM juga pasar yang layak dibidik karena memiliki daya beli tinggi dengan adanya jalur UM yang peminatnya adalah masyarakat ekonomi menengah ke atas.
Partisipasi Anda akan menumbuhkan kredibilitas sosial Anda di mata masyarakat. Ini adalah virtual capital yang sangat berharga bagi Anda.
Partisipasi Anda akan memberi Anda sarana yang efektif untuk mengembangkan kultur dan company value pada kalangan luas.

Bentuk Kerjasama
1. Sponsor
1.1. Sponsor Tipe A
Sponsor Tipe A adalah pihak yang bersedia menyediakan dana sebesar 100 % dari anggaran sponsorship, yaitu Rp. 4.700.000,00 yang dibutuhkan dalam kegiatan ini. Kontraprestasi yang didapat antara lain :
1. Berhak untuk membuka stand selama acara berlangsung
2. Pencantuman logo perusahaan pada :
a. 2 (dua) buah spanduk kegiatan
b. Background acara
c. 1 (satu) halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB JMME
d. 1 (satu) halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB SEF
3. Berhak untuk menyebarkan brosur dan produk selama acara berlangsung
4. Berhak untuk mengiklankan produk dan perusahaan yang bersangkutan dengan durasi waktu maksimal 5 menit
5. Berhak untuk memasang umbul-umbul di sekitar area kegiatan
6. Penyebutan partisipasi sponsor oleh pembawa acara

1.2. Sponsor Tipe B
Sponsor Tipe B adalah pihak yang bersedia menyediakan dana sebesar 75 % yaitu Rp. 3.525.000,00 dari anggaran sponsorship yang dibutuhkan dalam kegiatan ini. Kontraprestasi yang didapat antara lain :
1. Berhak untuk membuka stand selama acara berlangsung
2. Pencantuman logo perusahaan pada :
a. 2 (dua) buah spanduk kegiatan
b. Background acara
c. 3/4 halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB JMME
d. 3/4 halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB SEF
3. Berhak untuk menyebarkan brosur dan produk selama acara berlangsung
4. Berhak untuk mengiklankan produk dan perusahaan yang bersangkutan dengan durasi waktu maksimal 3 menit.
5. Berhak untuk memasang umbul-umbul di sekitar area kegiatan.
6. Penyebutan partisipasi sponsor oleh pembawa acara

1.3. Sponsor Tipe C
Sponsor Tipe C adalah pihak yang bersedia menyediakan dana sebesar 50 % dari anggaran sponsorship yaitu Rp. 2.350.000,00. Kontraprestasi yang didapat antara lain :
1. Pencantuman logo perusahaan pada :
a. 2 (dua) buah spanduk kegiatan
b, Backgorund acara
c. 1/2 halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB JMME
d. 1/2 halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB SEF
2. Berhak untuk menyebarkan brosur
3. Berhak untuk mengiklankan produk dan perusahaan yang bersangkutan dengan durasi waktu maksimal 2 menit
4. Berhak untuk memasang umbul-umbul di sekitar area kegiatan
5. Penyebutan partisipasi sponsor oleh pembawa acara

1.4. Sponsor Tipe D
Sponsor Tipe D adalah pihak yang bersedia menyediakan dana sebesar 25 % dari anggaran sponsorship yaitu Rp 1.175.000,00. Kontraprestasi yang didapat antara lain:
1. Pencantuman logo perusahaan pada :
a. 2 (dua) buah spanduk acara
b Background acara
c. 1/4 halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB JMME
d. 1/4 halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB SEF
2. Berhak untuk menyebarkan brosur
3. Penyebutan partisipasi sponsor oleh pembawa acara

1.5. Sponsor Tipe E
Sponsor Tipe E adalah pihak yang bersedia menyediakan dana minimal 10 % dari anggaran sponsorship yaitu Rp. 470.000,00. Kontraprestasi yang didapat antara lain
1. Pencantuman logo perusahaan pada :
a. 2 (dua) buah spanduk acara
b Background acara
c. Space dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB JMME
d. Space halaman dalam tiap 500 (lima ratus) eksemplar Buletin PMB SEF
2. Penyebutan partisipasi sponsor oleh pembawa acara

1.6. Sponsor Alternatif
Perusahaan atau instansi yang ingin berpartisipasi dengan cara khusus (tidak berupa dukungan dana) antara lain dapat berupa:
1. Penyediaan konsumsi
2. Penyediaan sarana dan prasarana acara
3. Pelayanan jasa yang mendukung kegiatan
4. Pemberian produk dari perusahaan/instansi yang bersangkutan
Uraian di atas hanyalah beberapa contoh bentuk kerjasama yang ditawarkan pantia dan kerjasama ini dapat berupa hal lain, sesuai kesepakatan antara sponsor dengan pantia.

2. Donasi
Donasi adalah sumber pendanaan yang berasal dari perorangan dan perusahaan/instansi yang peduli dengan kegiatan ini tanpa adanya suatu ikatan dan/atau kewajiban yang harus dilaksanakan oleh panitia penyelenggara.

Desain
Terlampir

Prosedur Kerjasama
1. Memeriksa identitas pembawa proposal (KTP/KTM/SIM).
2. Calon sponsor mengisi dua lembar surat tanda terima proposal yang diajukan oleh pembawa proposal.
3. Pendaftaran kontrak sponsor dengan cara mengisi surat kontrak partisipasi.
4. Konfirmasi kesediaan menjadi sponsor paling lambat 20 Juli 2008.
5. Pembayaran:
a. Pembayaran pertama lunas atau minimal 50 % dari nilai kontrak, dilakukan pada saat kontrak ditandatangani
b. Pembayaran kedua sisanya selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum kegiatan atau berdasarkan kesepakatan bersama
c. Bila sampai tanggal terakhir kesepakatan bersama pembayaran belum dilunasi, maka panitia berhak untuk mencantumkan iklan sponsor sesuai dengan jumlah yang telah dibayarkan
6. Pembatalan:
a. Pembatalan oleh pihak sponsor yang telah membayar uang muka dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum kegiatan dilaksanakan
b. Bila pembatalan dilakukan oleh pihak panitia, maka panitia berkewajiban untuk mengembalikan sejumlah uang yang telah disetorkan pihak sponsor dan pihak sponsor tidak dapat mengajukan tuntutan apapun
c. Bila pembatalan oleh pihak sponsor sebelum batas waktu yang telah ditentukan, maka panitia hanya berkewajiban untuk mengembalikan 50 % dari biaya yang dikeluarkan pihak sponsor
d. Bila pembatalan oleh pihak sponsor sesudah batas waktu yang telah ditentukan, maka panitia hanya berkewajiban untuk mengembalikan 25 % dari biaya yang dikeluarkan oleh pihak sponsor
7. Materi promosi (artwork copyright) harus sudah diserahkan kepada pantia paling lambat 25 (dua puluh lima) hari sebelum kegiatan dilaksanakan
8. Panitia tidak menutup kemungkinan apabila pihak sponsor ingin bekerjasama atau berpartisipasi dalam bentuk lain sesuai kesepakatan bersama
9. Pembayaran dapat diserahkan kepada panitia pembawa proposal atau dikirim ke :
Rekening nomor 137-00-0540681-0
Bank Mandiri
a.n. Ahmad Zaki
10. Apabila terjadi hal yang merugikan pihak partisipan, pengaduan dilayani selambat-lambatnya lima hari setelah acara dilaksanakan.
11. Hasil acara akan diberitahukan maksimal satu bulan setelah pelaksanaan acara.
12. Ketentuan yang belum diatur termasuk jenis partisipasi yang lain dapat diatur atas kesepakatan bersama.
13. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Sekretariat Jamaah Mahasiswa Muslim Ekonomi
Mushola Al-Bana lantai III, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta 55281
Telepon (0274) 548510-15 pesawat 258
Contact person :
Ahmad Zaki 085222890003
Dewi W. 08121569753